LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN: NYERI
Disusun oleh :
Nama : Intan Nur
Khasanah
Nim : 13021
AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN
2014
A.
PENGERTIAN NYERI
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi
diri. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan
dilepasnya bahan –bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti
serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P
yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009).
Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan
jaringan yang menekanpada reseptor nyeri (Potter & Perry, 2006).
B. ANATOMI FISIOLOGI NYERI
1.
Mekanisme
Neuro Fisiologi Nyeri.
Struktur
spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensori
nyeri.
2.
Transmisi
Nyeri.
Reseptor nyeri
( nosi septor ) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada
stimulus yang kuat , yang secara potensial merusak.
3.
Bentuk
Nyeri.
a.
Nyeri
Akut
Datangnya tiba
– tiba.
Biasanya
menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan.
Nyeri yang
sedang berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bln.
Dapat sembuh
secara spontan atau dengan pengobatan.
b.
Nyeri
kronik
Nyeri yang
menetap sepanjang suatu periode waktu.
Sulit diobati.
Nyeri yang
berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
(
Brunner and Suddarth , 2002 )
c.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI
1.
Usia
Anak
belum bisa mengungkapkan nyeri. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika
sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
2.
Jenis Kelamin. Masih diragukan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri (Potter
& Perry, 1993).
3.
Budaya
Perbedaan
budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan
lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri
juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
4.
Keluarga dan Support Sosial
Faktor
lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang
terdekat.
5.
Ansietas ( Cemas )
ansietas
yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien
terhadap nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
6.
Pola koping
Ketika
seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal
yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan
tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri.
7.
KLASIFIKASI NYERI
Klasifikasi nyeri menurut Prasetyo (2010) di bagi menjadi beberapa
macam, yaitu :
1.
Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi
setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki
awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat) dan
berlangsung untuk waktu singkat.
2.
Nyeri Kronik
Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut,
intensitasnya bervariasi (ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih
dari 6 bulan
3.
Nyeri kutaneus/superficial (cutaneus
pain)
Nyeri superficial dapat dirasakan pada seluruh permukaan
tubuh atau kulit klien .
4.
Nyeri somatis dalam
(deep somatic pain)
Nyeri somatis dalam biasanya bersifat difus (menyebar)
berbeda dengan nyeri superficial yang mudah untuk dilokalisir.
5.
Nyeri
visceral
Istilah nyeri visceral biasanya mengacu pada bagian viscera
abdomen, walaupun sebenarnya kata viscus (jamak dari viscera) berarti setiap
organ tubuh bagian dalam yang lebar dan mempunyai ruang seperti cavitas
tengkorak, cavitas thorak, cavitas abdominal dan cavitas pelvis. Penyebab nyeri
viceral adalah semua rangsangan yang dapat menstimulasi ujung saraf nyeri
didaerah visceral.
8.
MEKANISME PENGONTROL NYERI
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Melzack & Wall (1965).
Menurut teori gate
kontrol, nyeri tergantung dari kerja serat
saraf besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis.
Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas subtansia
gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas
sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Substansi
gelatinosa (SG) yang ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord
mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate
control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum
mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri. ( Potter & Perry,
2005 )
9.
TINGKATAN NYERI
Skala intensitas nyeri dan tipe nyeri menurut Potter & Perry (2005).
0 : Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan :
secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang :
Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri,
dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara
obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
respon terhadap
tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 :
Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul
10. STIMULUS
NYERI
Nyeri selalu dikaitkan dengan
adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor. Reseptor yang dimaksud adalahnosiseptor, yaitu
ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat.
Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus
tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik.
Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer, lalu
memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan
akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor,mencegah
stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke
korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses
informasi tentang pengetahuan dan pengalaman yang lalu serta kebudayaan dalam
upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 1997).
11. FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN REAKSI TERHADAP NYERI
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan
reaksi terhadap nyeri menurut Prasetyo (2010) yaitu :
1.
Usia
Usia merupakan variable yang penting dalam mempengaruhi nyeri
pada individu, anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri
dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri, pada pasien lansia sering
kali memiliki sumber nyeri lebih dari satu.
2.
Jenis
Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda signifikan dalam
berespon terhadap nyeri, hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang
anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak
perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri.
3.
Kebudayaan
Orang belajar dari budayanya,
bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri.
4.
Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan
cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5.
Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat
keparahan pada masing-masing individu. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri.
6.
Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi
persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan
respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan
penurunan respon nyeri.
7.
Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks,
ansietas yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan
tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas.
8.
Keletihan
Keletihan dan kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan
sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.
9.
Pengalaman Sebelumnya
Seseorang yang terbiasa merasakanan nyeri akan lebih siap dan
mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yangmempunyai pengalaman sedikit
tentang nyeri.
10.
Dukungan Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan
dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain dan orang terdekat,
walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang terdekat akan
meminimalkan kesepian dan ketakutan.
12. ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian ( Nanda, 2005 )
a. Nyeri akut
- Mengkaji perasaan klien
- Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi
nyeri
- Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
b. Nyeri kronis
Pengkajian
difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Selain itu terdapat
komponen yang harus di perhatikan dalam memulai mngkaji respon nyeri yang di
alami pasien :
1)
Penentu
ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika
pasien melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak
menemukan adanya cidera atau luka.
2)
Pengkajian
status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu:
P (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus nyeri,terasa setelah kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
Q (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-lain.
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-lain.
R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan lain-lain.
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan lain-lain.
S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.
3)
Pengkajian
dengan pendekatan ABCD.
A = Airway
a) kaji dan pertahankan jalan napas
b) lakukan head tilt, chin lift jika perlgunakan alat bau
c) tu untuk jalan napas jika perlu
d) pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas.
B = Breathing
a)kaji saturasi oksigen dengan menggunakan
pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
b) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask
ventilation
d) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e) Kaji jumlah pernapasan
f) Lakukan pemeriksan system pernapasan
g) Dengarkan adanya bunyi pleura
h) Lakukan pemeriksaan foto thorak
C = Circulation
a) Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop
b) Kaji peningkatan JVP
c) Catat tekanan darah
d) Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:
e) Sinus tachikardi
f) Adanya S1 Q3 T3
g) right bundle branch block (RBBB)
h) right axis deviation (RAD)
i) P pulmonale
j) Lakukan IV akses
k) Lakukan pemeriksaan darah lengkap
l) Jika ada kemungkina PE berikan heparin
m) Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk dilakukan thromboembolectomy.
D = Disability
a) kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU
b) penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.
E = Exposure
a) selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE
b) jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.
c) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT
4) Respon fisiologis
b)
Respon
simpatik
-
peningkatan
frekuensi pernafasan
-
dilatasi
saluran bronkiolus
-
peningkatan
frekuensi denyut jantung
-
dilatasi
pupil
-
penurunan
mobilitas saluran cerna
c)
Respon
parasimpatik
-
Pucat
-
ketegangan
otot
-
penurunan
denyut jantung
-
mual
dan muntah
-
kelemahan
dan kelelahan
5)
Respon
perilaku
Respon
perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien
antara lain perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang
sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis.
4)
Respon
afektif
Respon
afektif juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam melakuk
an pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri.
2.
Pengkajian pola fungsi Gordon
Pola kognitif dan perceptual
a.
nyeri
(kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri
b.
Skala
nyeri
Menurut smeltzer, C. S, bare B.G
(2002) adalah sebagai berikut :
1)skala intensitas nyeri deskritif
2) Skala identitas nyeri numerik
3) Skala analog visual
4) Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :
Tidak nyeri
1-3 :
Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 :
Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 :
Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih
respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10 :
Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul
(Potter & Perry,2005).
I.
Diagnosa Keperawatan
1. nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyaman
fisik
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake kurang
5. Defisit perawatan diri berhubungan dengan
gangguan mobilitas fisik
6. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
J.
Intervensi
1.
Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam,masalah nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
a. adanya
penurunan intensitas nyeri
b.
ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
c.tidak
menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
- Kaji nyeri
- Kaji nyeri
Rasional : mengetahui daerah nyeri,kualitas,kapan
nyeri
dirasakan,faktor pencetus,berat
ringannya nyeri yang dirasakan.
- Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
Rasional : untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
- Berikan analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
- Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
- Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
Rasional : untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
- Berikan analgetik sesuai program
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
- Observasi TTV
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.
2.
Nyeri kronis berhubungan dengan cidera fisik
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri berkurang dengan
kriteria hasil :
a. tidak
mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
b.tidak ada
posisi tubuh yang melindungi
c.tidak ada
kegelisahan atau ketegangan otot
d.tidak kehilangan
nafsu makan
e.frekuensi
nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau ringan
Intervensi :
-kaji
KU,PQRST,TTV serta efek-efek penggunaan pengobatan jangka panjang
Rasional : untuk mengetahui keadaan umum
pasien, : mengetahui daerah
nyeri,kualitas,kapan nyeri
dirasakan,faktor pencetus,berat ringannya
nyeri yang dirasakan serta
mengetahui efek penggunaan obat secara
jangka panjang
-Bantu pasien mengidentifikasi
tingkat nyeri
Rasional : utk mengetahui
tingkat nyeri pasien
-Ajarkan pola istirahat/tidur
yang adekuat
Rasional : untuk mengurangi
rasa nyeri secara adekuat
-kolaborasi pemberian obat analgesic
Rasional : untuk mengurangi
rasa nyeri
3.
Intoleransi
Aktifitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
-Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
-Pasien tidak lemas
Intervensi :
-Kaji aktivitas dan mobilitas pasien
Rasional : untuk bisa mengetahui perkembangan dari pasien
-Bantu aktifitas pasien
Rasional : untuk memperlancar aktivitas pasien
-Berikan terapi sesuai program
Rasional : untuk memberikan pengobatan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
-Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
-Pasien tidak lemas
Intervensi :
-Kaji aktivitas dan mobilitas pasien
Rasional : untuk bisa mengetahui perkembangan dari pasien
-Bantu aktifitas pasien
Rasional : untuk memperlancar aktivitas pasien
-Berikan terapi sesuai program
Rasional : untuk memberikan pengobatan
4.
Gangguan
pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan(hospitalisasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan tidur tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Kebutuhan tidur tercukupi
- Pasien tampak segar
- Tidak sering terbangun pada saat tidur
Intervensi :
- Kaji pola tidur pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan tidur pasien setiap hari
- Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang
- Batasi pengunjung
Rasional : agar pasien lebih nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan tidur tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Kebutuhan tidur tercukupi
- Pasien tampak segar
- Tidak sering terbangun pada saat tidur
Intervensi :
- Kaji pola tidur pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan tidur pasien setiap hari
- Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang
- Batasi pengunjung
Rasional : agar pasien lebih nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak.
5.
Nutrisi
kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Nafsu makan bertambah
- Pasien tampak lemas
Intervensi :
- Kaji nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
- Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya nutrisi tubuh
Rasional : membantu pasien dalam memperluas pengetahuan tentang nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui gizi yang seimbang
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Nafsu makan bertambah
- Pasien tampak lemas
Intervensi :
- Kaji nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
- Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya nutrisi tubuh
Rasional : membantu pasien dalam memperluas pengetahuan tentang nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui gizi yang seimbang
K.
Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan
kondisi pasien maka diharapakan :
a. pasien menunjukan wajah rileks
b.pasien dapat tidur atau beristirahat
c. pasien mengatakan skala nyerinya berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Brunner,
L & Suddarth, D. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H.
Kuncara, A.Hartono, M.Ester, Y.Asih, Terjemah). Jakarta: EGC.
Kozier, Barbara, Glenora Erb, Audrey Berman,
Shirlee J. Snyder. (2009). Buku
Ajar Praktik Keperawatan Klinis.
Jakarta : EGC
Nanda. (2005-2006). Panduan
Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Potter, P.A & Perry, A,G. (2006).
Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik.
Jakarta : EGC.
Potter, P.A dan Perry, A, G. (2005). Buku Ajar Fundamental
Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta:EGC
Prasetyo, S. (2010). Konsep
dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer, S. C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan nyeri.
Jakarta : EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar