By : intan
Perguruan Tinggi : akper yappi sragen
Perkembangan
Psikososial (Erickson)
Oleh : Muhammad Sowwam,
S.Kep., Ns
1.
Percaya vs Tidak percaya (0 – 18 bln )
Penanaman
rasa percaya adalah hal yang sangat mendasar pada fase ini. Terbentuknya
kepercayaan diperoleh dari hubungannya dengan orang lain dan orang yang pertama
berhubungan adalah orang tuanya, terutama ibunya. Belaian cinta kasih ibu dalam
memberikan perhatian dan memenuhi kebutuhan dasar anak yang konsisten terutama
pemberian makan di saat anak lapar dan haus adalah sangat penting untuk
mengembangkan rasa percaya ini. Bayi belajar bahwa orang tuanya dapat memberi
perhatian dan cinta kasih melalui perlakuannya sehingga dapat menurunkan
perasaan tidak nyaman. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan terutama dari
suami untuk membina hubungan yang dekat dengan anak. Sebaliknya, anak akan
mengembangkan rasa tidak percaya pada orang lain apabila pemenuhan kebutuhan
dasar tersebut tidak terpenuhi.
2.
Otonomi vs Rasa malu dan Ragu (18 bln – 3 th)
Perkembangan
otonom berpusat pada kemampuan anak untuk mengontrol tubuh dengan
lingkungannya. Anak ingin melakukan hal-hal yang ingin dilakukannya sendiri
dengan menggunakan kemampuan yang sudah mereka miliki, seperti berjalan,
berjinjit, memanjat, dan memilih mainan atau barang yang diinginkannya. Pada
fase ini, anak akan meniru perilaku
orang disekitarnya dan hal ini merupakan proses belajar. Sebaliknya, perasan
malu dan ragu akan timbul apabila ana merasa dirinya kerdil atasu saat mereka
dipaksa oleh orang tuanya ataqu orang dewasa lainnya untuk memilioh atau
berbuat sesuatu yang dikehendaki mereka.
3.
Inisiatif vs Rasa bersalah (3 – 6 th)
Perkembangan
inisiatif diperoleh dengan cara mengkaji lingkungan melalui kemampuan indranya.
Anak mengembangkan keinginan dengan cara eksplorasi terhadap apa yang ada di
sekelilingnya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuan untuk menghasilkan
sesuatu sebagai prestasinmya. Perasaan bersa;lah akan timbu8l pada ana apabila
anak tidak mampu berprestasi seyhingga merasa tidak puas atas perkembangan yang
tidak tercapai.
4.
Industry vs Inferiority (6 – 12 th)
Anak
akan belajar untuk bekerjasama dan bersaing dengan anak lainnya melalui
kegiatan yang dilakukan baik dalam kegiatan akademik maupun dalam pergaulan
melalui permainan yang dilakukannya bersama. Otonomi mulai berkembang pada
anak di fase ini, terutama awal usia 6
tahun, dengan dukungan keluarga terdekat. Terjadinya perubahan fisik, emosi,
dan sosial pada anak berpengaruh terhadap gambaran terhadap tubuhnya (body image). Interaksi sosial lebih luas
dengan teman, umpan balik berupa kritik dan evaluasi dar teman atau
lingkungannya, mencerminkan penerimaan dari kelompok akan membantu anak semakin
mempunyai konsep diri yang positif. Perasaan sukses dicapai anak dengan
dilandasi adanya motivasi internal untuk berakktivitas yang mempunyai tujuan.
Kemampuan anak untuk berinteraksi sosial lebih luas dengan teman di
lingkungannya dapat memfasilitasi perkembangan perasaan sukses (sense of
indrustry) tersebut.
Perasaan tidak adekuat dan rasa inferior atau rendah diri akan
berkembang apabila anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungannya dan anak
tidak berhasil memenuhinya. Selain itu, harga diri yang kurang akan menjadi
dasar yang kurang untuk penguasaan tugas- tugas di fase remaja dan dewasa. Pujian atau penguatan
(reinforcement) dari orang tua atau orang dewasa lainnya terhadap prestasi yang
dicapainya menjadi begitu penting untuk menguatkan perasaan berhasil dalam
melakukan sesuatu.
5.
Identitas vs konfusi peran ( 12 – 20 th)
]
Membina persahabatan dengan sesama jenis kelamin
dan membenntuk atau bergabung dalam kelompok.
]
Mengurangi ketergantungan dengan kelurga dan
memberanikan diri keluar dari rumah.
] Mampu berinteraksi dan komunikasi
yang baik dengan orang tua
]
Berusaha mengontrol perasaan kuat dan impulsive
] Berpartisipasi dalam organisasi
dan kompetisi.
6.
Intimasi vs Isolasi (20 – 25 th)
]
Merasa mandiri dan lepas dari orang tua
]
Mempunyai konsep diri yang realistik
]
Berinteraksi dengan baik dengan keluarga.
] Mengkoping stres terhadap perubahan dan
perkembangan.
] Mempunyai hubungan khusus dengan orang
lain seperti pasangan pernikahan atau teman dekat.
]
Mempunyai kehidupan sosial yang berarti
]
Mendemonstrasikan tanggung jawab emosional,
sosial dan ekonomi untuk kehidupannya sendiri.
]
Mempunyai standar nilai perilaku yang dianut.
7.
The middle-aged Adult (25 – 65 th).
] Merasa nyaman dan menghormati diri
sendiri.
] Menikmati kebebas dan baru menuju
kemandirian
]
Menerima perubahan dalam tugas keluarga (punya
anak usia produktif dan orang tua yang makin tua)
]
Mencari dan menemukan hobi baru
8.
The older Adult ( > 65 th)
]
Menemukan filosofi hidup yang berarti
Anak belajar dari kehidupannya, jika
anak dibesarkan dengan :
Celaan, dia
belajar memaki
Permusuhan, dia
belajar berkelahi
Cemoohan, dia
belajar rendah diri
Penghinaan, dia
belajar menyesali
Pujian, dia
belajar menghargai
Dorongan,
diabelajar percaya diri
Rasa aman, dia
belajar menaruh kepercayaan
Dukungan,
diabelajar menyenangi diri
Kasih sayang dan
persahabatan, dia belajar menemukan cinta
dalam kehidupan
Sebaik-baik
perlakuan, dia belajar keadilan
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
(ERIKSON)
Stage
|
Usia
|
Tugas perkembangan
|
Indikator
resolusi positif
|
Indikator resolusi negatif
|
Infancy
|
0 – 18 bln
|
Percaya vs Tidak
Percaya
|
Kemampuan mempercayai orang lain
|
Menarik diri dan bermusuhan
|
Early
childhood
|
18 bln–3 th
|
Otonomi vs rasa malu/ragu
|
Mampu
mengontrol diri tanpa kehilangan harga diri, mampu bekerjasama dan
mengekspresikan diri.
|
Bingung dan
ketegangan
|
Latechildhood
|
3 – 6 th
|
Inisiatif vs Rasa
bersalah
|
Mempunyai
kemampuan untuk mengevaluasi tingkah laku
|
Ingkar, tidak
percaya dan ketergantungan
|
School
age
|
6 – 12 th
|
Indrustri vs Inferioritas
|
Realisasi pada
kemampuan
|
Merasa
tidak ada satupun yang baik, menarik diridari teman, hilang harapan
|
Adolescence
|
12 – 20 th
|
Identifikasi vs konfusi peran
|
Bertalian
dengan konsep diri, mengaktualisasikan kemampuan diri
|
Perasaan
bingung, kemungkinan tingkah laku antisosial
|
Young
adulthood
|
20 – 25 th
|
Intimacy vs Isolasi
|
Mencintai
dan menghargai orang lain, konsekuen dan bersahabat, komitmen kerja
|
Tidak
bersahabat dan berprasangka
|
Middle
adulthood
|
25 – 65 th
|
Generatif vs Stagnation
|
Kreatif dan
produktif
|
Mengagumi diri
sendiri, mengundurkan diri, hilang ketertarikan dan komitmen
|
Older
adulthood
|
> 65 th
|
Intregitas vs putus
asa
|
Menerima bahwa
kehidupan ini unik, menerima akan datangnya kematian
|
Merasa
kehilangan kadang – kadang ditujukan pada orang
|
Perkembangan Psikososial
Erikson
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL ERIKSON
By Ns. Andi yudianto
Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya.
Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial anak adalah sebagai berikut:
1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )
Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontakl dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya.
2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )
Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perku dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri.
Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )
Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.
Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.
4. Industri Vs Inferioritas ( 6-12 tahun )
Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang akhirnya dan dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orangtua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing (sifat kompetetif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku.
Kunci proses sosialisasi pada tahap ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standart dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka maka dapat timbul masalah atau gangguan.
5. Identitas Vs Difusi Peran ( 12-18 tahun )
Pada tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa dilain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan, Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang sebagai teman senasib, patner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.
By Ns. Andi yudianto
Menurut Erik Erikson (1963) perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen yang baik (yang diharapkan) dan yang tidak baik (yang tidak diharapkan). Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya.
Adapun tahap-tahap perkembangan psikososial anak adalah sebagai berikut:
1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )
Komponen awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontakl dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting dengan orang lain. Rasa aman dan rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan. Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat antara bayi dengan lingkungan dalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan rasa percaya kurang atau kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat, yaitu kurangnya pemenuhan kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak mendapat minuman atau air susu yang edukat ketika ia lapar, tidak mendapat respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya.
2. Otonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )
Pada masa ini alat gerak dan rasa telah matang dan ada rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode balita berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan atau memanjat. Selain itu anak menggunakan kemampuan mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perku dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau mementingkan diri sendiri.
Peran lingkungan pada usia ini adalah memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol anak.
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-6 tahun )
Pada tahap ini anak belajar mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut sertakan sebagai individu misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat. Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.
Peran ayah sudah mulai berjalan pada fase ini dan hubungan segitiga antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa bersalah.
4. Industri Vs Inferioritas ( 6-12 tahun )
Pada tahap ini anak dapat menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang akhirnya dan dapat menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orangtua dalam waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini anak belajar untuk bersaing (sifat kompetetif), juga sifat kooperatif dengan orang lain, saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan-peraturan yang berlaku.
Kunci proses sosialisasi pada tahap ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain, misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standart dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka maka dapat timbul masalah atau gangguan.
5. Identitas Vs Difusi Peran ( 12-18 tahun )
Pada tahap ini terjadi perubahan pada fisik dan jiwa di masa biologis seperti orang dewasa. sehingga nampak adanya kontradiksi bahwa dilain pihak ia dianggap dewasa tetapi disisi lain ia dianggap belum dewasa. Tahap ini merupakan masa standarisasi diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan, Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang sebagai teman senasib, patner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat mereka berpaling saat kritis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar