Kamis, 17 Oktober 2013

RESPON IMUN



Dosen : Dr. Joko Daryanto
Silabus : patologi
Oleh : Intan Nur (Indi)

      Imunitas spesifik merupakan mekanisme yang ampuh untuk menyingkirkan patogen dan antigen asing. Mekanisme efektor tidak spesifik untuk antigen asing. Karena itu respon imun dan reaksi inflamasi yang menyertai respon imun kadang-kadang disertai kerusakan jaringan tubuh sendiri, baik lokal maupun sistemik.
      Dalam keadaan normal ada toleransi terhadap antigen self sehingga tidak terjadi respon imun terhadap jaringan tubuh sendiri.
      Namun ada kalanya respon atau reaksi imun itu berlebihan atau tidak terkontrol dan reaksi demikian disebut Reaksi Hipersentifitas.
      Reaksi hipersentifitas dapat terjadi bila jumlah antigen yang masuk relatif banyak atau bila status imunologik seseorang baik selular maupun humoral meningkat.
      Reaksi itu tidak pernah timbul pada pemaparan pertama dan merupakan ciri khas individu bersangkutan.
      Reaksi hipersensitifitas menimbulkan manifestasi klinik dan patologik yang sangat heterogen, dan heterogenitas itu ditentukan oleh :
  1. Jenis respon imun yang mengakibatkan kerusakan
       jaringan.
  1. Sifat dan lokasi antigen yang menginduksi atau
       merupakan sasaran dari respon imun tersebut.
      Anafilaksis adalah suatu reaksi yang bersifat akut, menyeluruh dan bisa menjadi berat. Anafilaksis terjadi pada seseorang yang sebelumnya telah mengalami sensitifitas akibat pemaparan terhadap suatu alergen.
      Anafilaksis tidak terjadi pada kontak pertama dengan alergen. Pada pemaparan kedua atau pada pemaparan berikutnya, terjadi suatu reaksi alergi. Reaksi ini terjadi secara tiba-tiba, berat dan melibatkan seluruh tubuh.
      Syok anafilaktik(= shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi, dengan atau tanpa penurunan kesadaran.
Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis.
Penyebab yang sering terjadi adalah :
      Beberapa golongan alergen yang dapat menimbulkan reaksi anafilaksis, yaitu makanan, obat-obatan, racun hewan / serangga dan alergen lain yang tidak bisa di golongkan.
Alergen yang sering penyebab Anafilaksis
- Makanan
Lobster, udang, kepiting, kerang, Ikan; Kacang-kacangan  dan biji-bijian; Buah beri, Putih telur, Daging ayam, Susu,dll.
- Obat
Obat Hormon, Antibiotika, Enzim, Vaksin, Darah, Serum Toxoid : ATS, ABU, dll.
GAMBARAN KLINIS
      Secara klinis gejala anafilaksis dapat berupa reaksi lokal dan reaksi sistemik.
      Reaksi lokal terdiri dari urtikaria dan angioedema pada daerah yang kontak dengan antigen. Reaksi lokal dapat berat tetapi jarang sekali fatal.
      Reaksi sistemik terjadi pada organ target seperti traktus respiratorius, sistem kardiovaskular, traktus gastrointestinalis, dan kulit. Reaksi ini biasanya terjadi dalam waktu 30 menit sesudah kontak dengan penyebab.
Reaksi sistemik
      Gejala awal reaksi sistemik ringan adalah rasa gatal dan panas di bagian perifer tubuh, biasanya disertai perasaan penuh dalam mulut dan tenggorokan. Gejala permulaan ini dapat disertai dengan hidung tersumbat dan pembengkakan peri orbita. Dapat juga disertai rasa gatal pada membran mukosa, keluarnya air mata, dan bersin. Gejala ini biasanya timbul dalam 2 jam sesudah kontak dengan antigen. Lamanya gejala bergantung pada pengobatan, umumnya berjalan 1-2 hari atau lebih pada kasus kronik.
      Masa awitan biasanya pendek, timbul mendadak dengan tanda dan gejala seperti reaksi sistemik ringan dan reaksi sistemik sedang, kemudian dengan cepat dalam beberapa menit (terkadang tanpa gejala permulaan) timbul bronkospasme hebat dan edema laring disertai serak, stridor, dispnu berat, sianosis, dan kadangkala terjadi henti napas. Edema faring, gastrointestinal dan hipermotilitas menyebabkan disfagia, kejang perut hebat, diare dan muntah. Kejang umum dapat terjadi, dapat disebabkan oleh rangsangan sistem saraf pusat atau karena hipoksia. Kolaps kardiovaskular menyebabkan hipotensi, aritmia jantung, syok dan koma.
      Pada dasarnya tubuh kita memiliki imunitas alamiah yang bersifat non-spesifik dan imunitas spesifik ialah sistem imunitas humoral yang secara aktif diperankan oleh sel limfosit B, yang memproduksi 5 macam imunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD dan IgE) dan sistem imunitas seluler yang dihantarkan oleh sel limfosit T, yang bila mana ketemu dengan antigen lalu mengadakan diferensiasi dan menghasilkan zat limfokin, yang mengatur sel-sel lain untuk menghancurkan antigen tersebut.
      Bilamana suatu alergen masuk ke tubuh, maka tubuh akan mengadakan respon. Bilamana alergen tersebut hancur, maka ini merupakan hal yang menguntungkan, sehingga yang terjadi ialah keadaan imun. Tetapi, bilamana merugikan, jaringan tubuh menjadi rusak, maka terjadilah reaksi hipersensitivitas atau alergi.
      Reaksi hipersentsitivitas memiliki 4 tipe reaksi seperti berikut:
a.  Tipe I : Reaksi Anafilaksi
b.  Tipe II : reaksi sitotoksik
c.  Tipe III : reaksi imun kompleks
d.  Tipe IV : Reaksi tipe lambat
Tipe I : Reaksi Anafilaksi
      Di sini antigen atau alergen bebas akan bereaksi dengan antibodi, dalam hal ini IgE yang terikat pada sel mast atau sel basofil dengan akibat terlepasnya histamin. Keadaan ini menimbulkan reaksi tipe cepat.
Tipe II : reaksi sitotoksik
      Di sini antigen terikat pada sel sasaran. Antibodi dalam hal ini IgE dan IgM dengan adanya komplemen akan diberikan dengan antigen, sehingga dapat mengakibatkan hancurnya sel tersebut. Reaksi ini merupakan reaksi yang cepat menurut Smolin (1986), reaksi allografi dan ulkus Mooren merupakan reaksi jenis ini.
Tipe III : reaksi imun kompleks
      Di sini antibodi berikatan dengan antigen dan komplemen membentuk kompleks imun. Keadaan ini menimbulkan neurotrophichemotactic factor yang dapat menyebabkan terjadinya peradangan atau kerusakan lokal. Pada umumnya terjadi pada pembuluh darah kecil. Pengejawantahannya di kornea dapat berupa keratitis herpes simpleks, keratitis karena bakteri.(stafilokok, pseudomonas) dan jamur. Reaksi demikian juga terjadi pada keratitis Herpes simpleks.
Tipe IV : Reaksi tipe lambat
      Pada reaksi hipersensitivitas tipe I, II dan III yang berperan adalah antibodi (imunitas humoral), sedangkan pada tipe IV yang berperan adalah limfosit T atau dikenal sebagai imunitas seluler. Limfosit T peka (sensitized T lymphocyte) bereaksi dengan antigen, dan menyebabkan terlepasnya mediator (limfokin) yang jumpai pada reaksi penolakan pasca keratoplasti, keraton- jungtivitis flikten, keratitis Herpes simpleks dan keratitis diskiformis
Defisiensi Imun dan Peradangan
      Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar dengan mengindentifikasi dan membunuh patogen serta sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai cacing parasit. Serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dari jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa.
      Sistem Imun adalah struktur epektif yang menggabungkan spesifisitas dan adaptasi. Kegagalan pertahanan dapat muncul, dan jatuh pada 3 kategori yaitu:
     1.  Defisiensi Imun
     2.  Autoimunitas
     3.  Hipersensitivitas
1.  Defisiensi Imun
      Defisiensi Imun muncul ketika satu atau lebih komponen sistem Imun tidak aktif, menyebabkan munculnya penyakit, infeksi.
      Respon imun berkurang pada usia tua, penggunaan Alkohol dan narkoba, kekurangan nutrisi
      Defisiensi imun merupakan penyebab dari penyakit genetika, seperti severe combined immunodeficiency, atau diproduksi oleh farmaseutikal atau infeksi, seperti sindrom defisiensi imun dapatan (AIDS) yang disebabkan oleh retrovirus HIV.
2.  Autoimunitas
      Respon imun terlalu aktif menyebabkan disfungsi imun yang disebut autoimunitas. Sistem imun gagal membedakan untuk memusnahkan dengan tepat antara diri sendiri atau agent lain yang menyerang dari bagian tubuh.
      Penyakit autoimun menyebabkan sistem imun yang hiperaktif menyerang jaringan normal seperti jaringan tersebut dianggap merupakan benda asing.
      Penyakit autoimun yang umum termasuk rheumatoid arthritis, diabetes melitus tipe 1 dan lupus erythematosus.
Tentang Autoimunitas
      Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk mempertahankan self tolerance sel B,sel T atau keduanya.
      Autoimunitas terjadi karena self antigen yang dapt menimbulkan aktivasi,proliferasi serta diferensiasi sel T autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan berbagai organ.
Patogenesis Autoimunitas

Penyebab penyakit autoimun belum diketahui secara pasti namun beberapa pakar berpendapat pnyebabnya merupakan multifaktor baik eksogen maupun endogen.
      Tetapi ada beberapa faktor pencetus terjadinya autoimunitas yaitu sebagai berikut :
 a. Faktor genetik
 b. Infeksi dan kemiripan molekular
 c. Sequested antigen
 d. Kegagalan autoregulasi
 e. Aktivasi sel B poliklonal
 f. Obat-obatan
.  Hipersensitivitas
      Adalah respon imun yang merusak jaringan tubuh sendiri. Mereka terbagi menjadi 4 kelas (tipe I-IV) yaitu:
          a. Reaksi anafilaksi
          b. Reaksi sitotoksik
          c. reaksi imun kompleks
          d. reaksi toep lambat
Respon Imun Terbagi menjadi 2 yaitu:
      1. Respon nonspesifik yaitu respon imun secara non selektif melawan bahan asing. Ini Adalah pertahanan pertama membentuk sel-sel atipikal (sel asing, mutan atau yang mengalami cidera). Contohnya: peradangan.
      2. Respon imun spesifik yaitu suatu mikroba invasif yang masuk, komponen-komponen spesifik sistem imun melakukan persiapan untuk secara selektif menyerang benda asing tersebut. Sistem imun tidak saja mampu mengenali molekul asing sebagai sesuatu yang bermolekul sendiri, sel-sel sistem imun spesifik, yakni limfosit.
      Adalah salah satu dari respon pertama sistem imun terhadap infeksi, adapun gejala dari peradangan adalah kemerahan dan bengkak yang di akibatkan oleh peningkatan aliran darah ke jaringan, peradangan di produksi oleh eikosanoid dan sitokin, yang dikeluarkan oleh sel yang terinfeksi atau terluka. Eikosanoid termasuk prostaglandin yang memproduksi demam dan pembesaran pembuluh darah berkaitan dengan peradangan dan leukotrin yang menarik sel darah putih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar