Rabu, 16 Oktober 2013

Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri



LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
DENGAN GANGGUAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN: NYERI

 

















Disusun oleh :
Nama              : Intan Nur Khasanah
Nim                 : 13021


AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN
2014

A.    PENGERTIAN NYERI
Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri. Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan mengakibatkan dilepasnya bahan –bahan yang dapat menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk, 2009).
Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti pembengkakan jaringan yang menekanpada reseptor nyeri  (Potter & Perry, 2006).

B. ANATOMI FISIOLOGI NYERI
1.      Mekanisme Neuro Fisiologi Nyeri.
Struktur spesifik dalam sistem saraf terlibat dalam mengubah stimulus menjadi sensori nyeri.
2.      Transmisi Nyeri.
Reseptor nyeri ( nosi septor ) adalah ujung saraf bebas dalam kulit yang berespon hanya pada stimulus yang kuat , yang secara potensial merusak.
3.      Bentuk Nyeri.
a.       Nyeri Akut
Datangnya tiba – tiba.
Biasanya menurun sejalan dengan terjadinya penyembuhan.
Nyeri yang sedang berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bln.
Dapat sembuh secara spontan atau dengan pengobatan.
b.      Nyeri kronik
Nyeri yang menetap sepanjang suatu periode waktu.
Sulit diobati.
Nyeri yang berlangsung selama 6 bulan atau lebih.
( Brunner and Suddarth , 2002 )

c.       FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NYERI
1.      Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
2.      Jenis Kelamin. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri (Potter & Perry, 1993).
3.      Budaya
Perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
4.      Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat.
5.      Ansietas ( Cemas )
ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
6.      Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri.

7.      KLASIFIKASI NYERI
Klasifikasi nyeri menurut Prasetyo (2010) di bagi menjadi beberapa macam, yaitu :
1.      Nyeri Akut
Nyeri akut terjadi setelah terjadinya cidera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang bervariatif (ringan sampai berat) dan berlangsung untuk waktu singkat.
2.      Nyeri Kronik
Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut, intensitasnya bervariasi (ringan sampai berat) dan biasanya berlangsung lebih dari 6 bulan
3.        Nyeri kutaneus/superficial (cutaneus pain)
Nyeri superficial dapat dirasakan pada seluruh permukaan tubuh atau kulit klien .
4.      Nyeri somatis dalam (deep somatic pain)
Nyeri somatis dalam biasanya bersifat difus (menyebar) berbeda dengan nyeri superficial yang mudah untuk dilokalisir.
5.       Nyeri visceral
Istilah nyeri visceral biasanya mengacu pada bagian viscera abdomen, walaupun sebenarnya kata viscus (jamak dari viscera) berarti setiap organ tubuh bagian dalam yang lebar dan mempunyai ruang seperti cavitas tengkorak, cavitas thorak, cavitas abdominal dan cavitas pelvis. Penyebab nyeri viceral adalah semua rangsangan yang dapat menstimulasi ujung saraf nyeri didaerah visceral.


8.      MEKANISME PENGONTROL NYERI
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Melzack & Wall (1965). Menurut teori gate kontrol, nyeri tergantung dari kerja serat saraf  besar dan kecil yang keduanya berada dalam akar ganglion dorsalis. Rangsangan pada serat saraf besar akan meningkatkan aktivitas subtansia gelatinosa yang mengakibatkan tertutupnya pintu mekanisme sehingga aktivitas sel T terhambat dan menyebabkan hantaran rangsangan ikut terhambat. Substansi gelatinosa (SG) yang ada pada bagian ujung dorsal serabut saraf spinal cord mempunyai peran sebagai pintu gerbang (gating Mechanism), mekanisme gate control ini dapat memodifikasi dan merubah sensasi nyeri yang datang sebelum mereka sampai di korteks serebri dan menimbulkan nyeri. ( Potter & Perry, 2005 )

9.      TINGKATAN NYERI
Skala intensitas nyeri dan tipe nyeri menurut Potter & Perry (2005).
0          : Tidak nyeri
1-3       : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6       : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9       : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
             respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
           10         : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul


10.  STIMULUS NYERI
Nyeri selalu dikaitkan dengan adanya stimulus (rangsang nyeri) dan reseptor. Reseptor yang dimaksud adalahnosiseptor, yaitu ujung-ujung saraf bebas pada kulit yang berespon terhadap stimulus yang kuat. Munculnya nyeri dimulai dengan adanya stimulus nyeri. Stimulus-stimulus tersebut dapat berupa biologis, zat kimia, panas, listrik serta mekanik. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer, lalu memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor,mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengetahuan dan pengalaman yang lalu serta kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (Potter & Perry, 1997).

11.  FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERSEPSI DAN REAKSI TERHADAP NYERI
faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri menurut Prasetyo (2010) yaitu :
1.      Usia
Usia merupakan variable yang penting dalam mempengaruhi nyeri pada individu, anak yang masih kecil mempunyai kesulitan dalam memahami nyeri dan prosedur pengobatan yang dapat menyebabkan nyeri, pada pasien lansia sering kali memiliki sumber nyeri lebih dari satu.
2.      Jenis Kelamin
Secara umum pria dan wanita tidak berbeda signifikan dalam berespon terhadap nyeri, hanya beberapa budaya yang menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan nyeri.
3.      Kebudayaan
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri.
4.      Makna Nyeri
Makna nyeri pada seseorang mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5.      Lokasi dan Tingkat Keparahan Nyeri
Nyeri yang dirasakan bervariasi dalam intensitas dan tingkat keparahan pada masing-masing individu. Dalam kaitannya dengan kualitas nyeri.
6.      Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat terhadap nyeri akan meningkatkan respon nyeri sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan penurunan respon nyeri.
7.      Ansietas (kecemasan)
Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi nyeri juga dapat menimbulkan perasaan ansietas.
8.      Keletihan
Keletihan dan kelelahan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan menurunkan kemampuan koping individu.
9.      Pengalaman Sebelumnya
Seseorang yang terbiasa merasakanan nyeri akan lebih siap dan mudah mengantisipasi nyeri daripada individu yangmempunyai pengalaman sedikit tentang nyeri.
10.  Dukungan Keluarga dan Sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali membutuhkan dukungan, bantuan, perlindungan dari anggota keluarga lain dan orang terdekat, walaupun nyeri masih dirasakan oleh klien, kehadiran orang terdekat akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

12.  ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian ( Nanda, 2005 )
a. Nyeri akut
- Mengkaji perasaan klien
- Menetapkan respon fisiologis klien terhadap nyeri dan lokasi nyeri
- Mengkaji keparahan dan kualitas nyeri
b. Nyeri kronis
Pengkajian difokuskan pada dimensi perilaku afektif dan kognitif. Selain itu terdapat komponen yang harus di perhatikan dalam memulai mngkaji respon nyeri yang di alami pasien :
1)      Penentu ada tidaknya nyeri
Dalam melakukan pengkajian nyeri , perawat harus percaya ketika pasien melaporkan adanya nyeri, meskipun dalam observasi perawat tidak menemukan adanya cidera atau luka.

2)      Pengkajian status nyeri dilakukan dengan pendekatan P,Q,R,S,T yaitu:
P  (Provocate)
Faktor paliatif meliputi faktor pencetus  nyeri,terasa setelah kelelahan,udara dingin dan saat bergerak.
Q  (Quality)
Kualitas nyeri meliputi nyeri seperti di tusuk-tusuk,dipukul-pukul dan lain-lain.
R (Region)
Lokasi nyeri,meliputi byeri abdomen kuadran bawah,luka post operasi,dan lain-lain.
S (Skala)
Skala nyeri ringan,sedang,berat atau sangat nyeri.
T (Time)
Waktu nyeri meliputi : kapan dirasakan,berapa lama, dan berakhir.

3)       Pengkajian dengan pendekatan ABCD.
A = Airway

a)  kaji dan pertahankan jalan napas

b)      lakukan head tilt, chin lift jika perlgunakan alat bau

c)      tu untuk jalan napas jika perlu

d)     pertimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak dapat mempertahankan jalan napas.

B = Breathing

a)kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, untuk mempertahankan saturasi >92%.
b) Berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask.
c) Pertimbangkan untuk mendapatkan pernapasan dengan menggunakan bag-valve-mask ventilation
d) Lakukan pemeriksaan gas darah arterial untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
e) Kaji jumlah pernapasan
f) Lakukan pemeriksan system pernapasan
g) Dengarkan adanya bunyi pleura

h) Lakukan pemeriksaan foto thorak

C = Circulation

a)      Kaji heart rate dan ritme, kemungkinan terdengan suara gallop

b)      Kaji peningkatan JVP

c)      Catat tekanan darah

d)     Pemeriksaan EKG mungkin menunjukan:

e)      Sinus tachikardi

f)        Adanya S1 Q3 T3

g)      right bundle branch block (RBBB)

h)       right axis deviation (RAD)

i)        P pulmonale

j)        Lakukan IV akses

k)      Lakukan pemeriksaan darah lengkap

l)        Jika ada kemungkina PE berikan heparin

m)    Jika pasien mengalami thrombolisis, alteplase direkomendasikan sebagai obat pilihan. Berikan 50 mg IV dengan bolus. Jika pasien tidak berespon terhadap trombolisis, segera dirujuk ke speialis untuk dilakukan thromboembolectomy.

D = Disability

a) kaji tingkat kesadaran dengan menggunakan AVPU

b) penurunan kesadaran menunjukan tanda awal pasien masuk kondisi ekstrim dan membutuhkan pertolongan medis segera dan membutuhkan perawatan di ICU.

E = Exposure

a) selalu mengkaji dengan menggunakan test kemungkinan PE

b)  jika pasien stabil lakukan pemeriksaan riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik lainnya.

c) Jangan lupa pemeriksaan untuk tanda DVT

4)    Respon fisiologis

b)      Respon simpatik
-          peningkatan frekuensi pernafasan
-          dilatasi saluran bronkiolus
-          peningkatan frekuensi denyut jantung
-          dilatasi pupil
-          penurunan mobilitas saluran cerna
c)      Respon parasimpatik
-          Pucat
-          ketegangan otot
-          penurunan denyut jantung
-          mual dan muntah
-          kelemahan dan kelelahan
5)      Respon perilaku
Respon
 perilaku yang sering di tunjukan oleh pasien antara lain perubahan postur tubuh, mengusap, menopong wajah bagian nyeri yang sakit mengertakan gigi, ekspresi wajah meringis, mengerutkan alis.
4)      Respon afektif
Respon afektif  juga perlu di perhatikan oleh seorang perawat. Dalam melakuk an pengkajian terhadap pasien dengan gangguan nyeri.
2. Pengkajian pola fungsi Gordon
    Pola kognitif dan perceptual
a.       nyeri (kualitas,intensitas,durasi,skala,cara mengurangi nyeri
b.      Skala nyeri
Menurut smeltzer, C. S, bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1)skala intensitas nyeri deskritif

                                 2) Skala identitas nyeri numerik



                               3) Skala analog visual


                              4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0          : Tidak nyeri
1-3       : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6       : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9       : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih
             respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi
10        : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul (Potter & Perry,2005).

I.                   Diagnosa Keperawatan
1.      nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
2.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
3.      Gangguan  pola tidur berhubungan dengan ketidaknyaman fisik
4.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake kurang
5.      Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan  mobilitas fisik
6.      Ansietas berhubungan dengan krisis situasional
J.      Intervensi
1.      Nyeri akut berhubungan dengan cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah   nyeri teratasi dengan kriteria hasil :
a. adanya penurunan intensitas nyeri
b. ketidaknayaman akibat nyeri berkurang
c.tidak menunjukan tanda-tanda fisik dan perilaku dalam nyeri akut
Intervensi :
 - Kaji nyeri
   Rasional : mengetahui daerah  nyeri,kualitas,kapan nyeri
                    dirasakan,faktor   pencetus,berat ringannya nyeri yang dirasakan.
-  Ajarkan tekhnik relaksasi kepada pasien
   Rasional : untuk mengajarkan pasien apa bila nyeri timbul
- Berikan analgetik sesuai program
   Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
- Observasi TTV
   Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien.

2.      Nyeri kronis berhubungan dengan cidera fisik
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24jam nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
a. tidak mengekspresikan nyeri secara verbal atau pada wajah
b.tidak ada posisi tubuh yang melindungi
c.tidak ada kegelisahan atau ketegangan otot
d.tidak kehilangan nafsu makan
e.frekuensi nyeri dan lamanya episode nyeri dilaporkan menengah atau ringan
Intervensi :
-kaji KU,PQRST,TTV serta efek-efek penggunaan pengobatan jangka panjang
  Rasional : untuk mengetahui keadaan umum pasien, : mengetahui daerah
                   nyeri,kualitas,kapan nyeri dirasakan,faktor    pencetus,berat ringannya
                    nyeri yang dirasakan serta mengetahui efek penggunaan obat secara
                    jangka panjang
                 -Bantu pasien mengidentifikasi tingkat nyeri
                   Rasional : utk mengetahui tingkat nyeri pasien
                -Ajarkan pola istirahat/tidur yang adekuat
                  Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri secara adekuat
                -kolaborasi pemberian obat analgesic
                  Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
3.      Intoleransi Aktifitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,masalah dapat teratasi dengan KH sebagai berikut:
-Pasien dapat melakukan aktivitasnya sendiri
-Pasien tidak lemas
Intervensi :
-Kaji aktivitas dan mobilitas pasien
Rasional : untuk bisa mengetahui perkembangan dari pasien
-Bantu aktifitas pasien
Rasional : untuk memperlancar aktivitas pasien
-Berikan terapi sesuai program
Rasional : untuk memberikan pengobatan

4.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan lingkungan(hospitalisasi)
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan tidur tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Kebutuhan tidur tercukupi
- Pasien tampak segar
- Tidak sering terbangun pada saat tidur
Intervensi :
- Kaji pola tidur pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan tidur pasien setiap hari
- Ciptakan lingkungan nyaman dan tenang
- Batasi pengunjung
Rasional : agar pasien lebih nyaman dan dapat tidur dengan nyenyak.

5.      Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan nafsu makan
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam,kebutuhan nutrisi pasien tercukupi dengan KH sebagai berikut :
- Nafsu makan bertambah
- Pasien tampak lemas
Intervensi :
- Kaji nutrisi pasien
Rasional : untuk mengetahui kebutuhan nutrisi pasien
- Jelaskan kepada pasien tentang pentingnya nutrisi tubuh
Rasional : membantu pasien dalam memperluas pengetahuan tentang nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : untuk mengetahui gizi yang seimbang

K.    Evaluasi
Setelah dilakukan implementasi sesuai dengan batas waktu dan kondisi pasien maka diharapakan :
a. pasien menunjukan wajah rileks
b.pasien dapat tidur atau beristirahat
c. pasien mengatakan skala nyerinya berkurang




DAFTAR PUSTAKA
Brunner, L & Suddarth, D. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H. Kuncara, A.Hartono, M.Ester, Y.Asih, Terjemah). Jakarta: EGC.
Kozier, Barbara, Glenora Erb, Audrey Berman, Shirlee J. Snyder. (2009). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Jakarta : EGC
Nanda. (2005-2006). Panduan Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Prima Medika.
Potter, P.A & Perry, A,G. (2006). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta : EGC.
Potter, P.A dan Perry, A, G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses dan Praktik. Edisi 4 Volume 1. Jakarta:EGC
Prasetyo, S. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Smeltzer, S. C & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan Penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar