Selasa, 15 Oktober 2013

Askep Trauma Thorax / Dada



Posted By : Intan Nur K
Dosen : Muh Sowwam,S.kep.,Ns


TRAUMA THORAX / DADA

A. PENGERTIAN TRAUMA DADA
- Trauma adalah cedera/rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2002).
- Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
- Trauma adalah penyebab kematian utama pada anak dan orang dewasa kurang dari 44 tahun. Penyalahgunaan alkohol dan obat telah menjadi faktor implikasi pada trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001).
- Trauma dada adalah trauma tajam atau tembus thoraks yang dapat menyebabkan tamponade jantung, perdarahan, pneumothoraks, hematothoraks, hematompneumothoraks (FKUI, 1995).
- Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Hudak, 1999).

Anatomi Fisiologi
-          Kerangka rongga toraks, merincing pada bagain atas torak dan berbentuk kerucut, terdiri dari sternum, 12 vertebra, 10 pasang iga yang terakhir di anterior dalam segmen tulang rawan, dan 2 pasang iga yang melayang.
-          Kartilago dari enam iga pertama memisahkan artikulaso dari sternum;
-          katilago ketujuh sampai sepuluh berfungsi membentuk kostal-kostal sebelum menyambung pada tepi bawah sternum. Perluasan rongga pleura di atas klavikula dan atas organ dalam abdomen penting untuk dievaluasi pada luka tusuk
-          Muskulatur.
Muskulus-muskulus pektoralis mayor dan minor merupakan muskulus utama dinding anterior toraks. Muskulus latisimus dorsi, trapezius, rhomboideus, dan muskulus gelang bahu lainnya membentuk palisan muskulus posterior dinding toraks. Tepi bawah muskulus pektoralis mayor membentuk lipatan/plika aksilaris anterior, lengkungan dan muskulus latisimus dorsi dan teres mayor membentuk lipatan/plika aksilaris posterior
-          Pleura
Pleura adalah membrane aktif serosa dengan jaringan pembuluh darah dan limfatik. Di sana selalu ada pergerakan cairan, fagositosis debris,menambal kebocoran udara dan kapiler.
Pleura viseralis menutup paru dan sifatnya tidak sensitive. pleura berlanjut sampai ke hilus dan mediastinum bersama pleura parietali, yang melapisi dinding dalam toraks dan diafragma.
Pleura parietalis mendapatkan persarafan dari ujung saraf (nerveending); ketika terjadi penyakit atau cedera, maka timbul nyeri.
-          Ruang interkostal
Pleura parietalis hampir semua merupakan lapisan dalam, diikuti oleh tiga lapis muskulus-muskulus yang mengangkat iga selama respirasi tenang/normal. Vena, arteri nervus dari tiap rongga interkostal berada di belakang tepi bawah iga. Karena jarum torakosentetis atau klein yang digunakan untuk masuk ke pleura harus dipasang melewati bagian atas iga yang lebih bawah dari sela iga yang dipilih.
-          Diafragma
Bagian muskular perifer berasal dari bagian bawah iga keenam dan kartilagokosta, dari vertebra lumbalis, dan dari lengkung lumbokostal; bagian muskular melengkung membentuk tendo sentral. Nervis frenikus mempersarafi motorik, interkostal bahwa mempersarafi sensorik.
Diafragma yang naik setinggi putung susu, turut berperan sekitar 75% dari ventilasi paru-paru selama respirasi biasa/tenang.

Etiologi

a. Tension pneumothorak-trauma dada pada selang dada, penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka dada tanpa pelonggaran balutan.
b. Pneumothorak tertutup-tusukan pada paru oleh patahan tulang iga
Tusukan paru dengan prosedur invasif.
c. Kontusio paru-cedera tumpul dada akibat kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda berat.
d. Pneumothorak terbuka akibat kekerasan (tikaman atau luka tembak)
e. Fraktu tulang iga
f. Tindakan medis (operasi)
g. Pukulan daerah torak.

B. ETIOLOGI DAN KLASIFIKASI
1)      Tamponade jantung : disebabkan luka tusuk dada yang tembus ke mediastinum/daerah jantung.
2)      Hematotoraks : disebabkan luka tembus toraks oleh benda tajam, traumatik atau spontan
3)      Pneumothoraks : spontan (bula yang pecah) ; trauma (penyedotan luka rongga dada) ; iatrogenik (“pleural tap”, biopsi paaru-paru, insersi CVP, ventilasi dengan tekanan positif) (FKUI, 1995).






Jenis trauma thorak :
Trauma Tembus
1. Pneumothoraks terbuka
2. Hemothoraks
3. Trauma tracheobronkial
4. Contusi Paru
5. Ruptur diafragma
Trauma Tumpul
1. Tension pneumothoraks
2. Trauma tracheobronkhial
3. Flail Chest
4. Ruptur diafragma
5.. Fraktur kosta

Beberapa keadaan trauma dada
  1. Open Pneumothorak
    Timbul karena trauma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang menghisap pada setiap inspirasi ( sucking chest wound ). Apabila luban ini lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih mudah melewati lubang dada dibandingkan melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
  2. Tension Pneumothorak
    Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak. Apabila ada mekanisme ventil karena lubang pada paru maka udara akan semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
    v Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
    v Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
    Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan pada auskultasi bunyi vesikuler menurun.
  3. Hematothorak masif
    Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi
  4. Flail Chest
    Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada inspirasi justru masuk kedalam yang dikenal dengan pernafasan paradoksal
     


C. PATOFISIOLOGI
Tusukan/tembakan ; pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, ,spontan ->  Trauma dada
1.      Tamponade jantung -> Perdarahan dalam perikardium -> Nyeri akut -> Pengaliran darah kembali ke atrium -> Lambat tertolong dapat menyebabkan kematian.
2.      Hematotoraks -> Perdarahan/syok -> Ketidakefektifan pola napas
3.      Pneumothoraks ->Udara masuk kedalam rongga pleural ->Udara tidak dapat keluar -> Tekanan pleura meningkat.

1,2, & 3 dapat menyebabkan Ketidakefektifan pola napas

D. MANIFESTASI KLINIS
1)      Tamponade jantung :
Trauma tajam didaerah perikardium atau yang diperkirakan menembus jantung.
 Gelisah.
 Pucat, keringat dingin.
 Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
             Pekak jantung melebar.
             Bunyi jantung melemah.
 - Terdapat tanda-tanda paradoxical pulse pressure.
 - ECG terdapat low voltage seluruh lead.
-  Perikardiosentesis keluar darah (FKUI, 1995).

Tanda dan Gejala
a. Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi.
b. Pembengkakan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi.
c. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
d. Dyspnea, takipnea
e. Takikardi
f. Tekanan darah menurun.
g. Gelisah dan agitasi
h. Kemungkinan cyanosis.
i. Batuk mengeluarkan sputum bercak darah.
j. Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit

2)      Hematotoraks :
Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
Gangguan pernapasan (FKUI, 1995).
3)      Pneumothoraks :
Nyeri dada mendadak dan sesak napas.
            Gagal pernapasan dengan sianosis.
            Kolaps sirkulasi.
-          Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara   napas yang terdengar jauh atau tidak terdengar sama sekali.
-          pada auskultasi terdengar bunyi klik (Ovedoff, 2002).
-          Jarang terdapat luka rongga dada, walaupun terdapat luka internal hebat seperti aorta yang ruptur. Luka tikaman dapat penetrasi melewati diafragma dan menimbulkan luka intra-abdominal (Mowschenson, 1990).

E. KOMPLIKASI
1)      Iga : fraktur multiple dapat menyebabkan kelumpuhan rongga dada.
2)      Pleura, paru-paru, bronkhi : hemo/hemopneumothoraks-emfisema pembedahan.
3)      Jantung : tamponade jantung ; ruptur jantung ; ruptur otot papilar ; ruptur klep jantung.
4)      Pembuluh darah besar : hematothoraks.
5)      Esofagus : mediastinitis.
6)      Diafragma : herniasi visera dan perlukaan hati, limpa dan ginjal (Mowschenson, 1990).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1)      Radiologi : foto thorax (AP).
2)      Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
3)      Torasentesis : menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
4)      Hemoglobin : mungkin menurun.
5)      Pa Co2 kadang-kadang menurun.
6)      Pa O2 normal / menurun.
7)      Saturasi O2 menurun (biasanya).
8)      Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

G. PENATALAKSANAAN
1) Darurat
Anamnesa yang lengkap dan cepat. Anamnesa termasuk pengantar yang mungkin melihat kejadian. yang ditanyakan :
  Waktu kejadian
  Tempat kejadian
  Jenis senjata
  Arah masuk keluar perlukaan
  Bagaimana keadaan penderita selama dalam transportasi.
 Pemeriksaan harus lengkap dan cepat, baju penderita harus dibuka, kalau perlu seluruhnya.
Ó
Inspeksi :
- Kalau mungkin penderita duduk, kalau tidak mungkin tidur. Tentukan luka masuk dan keluar.
- Gerakkan dan posisi pada akhir inspirasi.
- Akhir dari ekspirasi.
Palpasi :
- Diraba ada/tidak krepitasi
- Nyeri tekan anteroposterior dan laterolateral.
- Fremitus kanan dan kiri dan dibandingkan.
Perkusi :
- Adanya sonor, timpanis, atau hipersonor.
- Aadanya pekak dan batas antara yang pekak dan sonor seperti garis lurus atau garis miring.
Auskultasi :
- Bising napas kanan dan kiri dan dibandingkan.
- Bising napas melemah atau tidak.
- Bising napas yang hilang atau tidak.
- Batas antara bising napas melemah atau menghilang dengan yang normal.
- Bising napas abnormal dan sebutkan bila ada.
  • Pemeriksaan tekanan darah.Ó
    Kalau perlu segera pasang infus, kalau perlu s yang besar.
    Ó
  • Pemeriksan kesadaran.Ó
  • Pemeriksaan Sirkulasi perifer.Ó
  • Kalau keadaan gawat pungsi.Ó
  • Kalau perlu intubasi napas bantuan.Ó
  • Kalau keadaan gawat darurat, kalau perlu massage jantung.Ó
  • Kalau perlu torakotomi massage jantung internal.Ó
  • Kalau keadaan stabil dapat dimintakan pemeriksaan radiologik (Foto thorax AP, kalau keadaan memungkinkan).Ó
2) Therapy
- Chest tube / drainase udara (pneumothorax).
- WSD (hematotoraks).
- Pungsi.
- Torakotomi.
- Pemberian oksigen.

MANAJEMEN KEPERAWATAN

  1. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien dengan trauma thoraks (. Doenges, 1999) meliputi :
1.      Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
2.      Sirkulasi
Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops, nadi apical berpindah, tanda Homman ; TD : hipotensi/hipertensi ; DVJ
3.      Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
 Makanan dan cairan
     Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
4.      Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni laterl, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan, tajam dan nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam, kemungkinan menyebar ke leher, bahu dan abdomen.
Tanda : berhati-hati pada area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
5.      Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma, penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar, keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.
Tanda : Takipnea ; peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ; perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ; penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif.
6.      Keamanan
     Geajala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk kkeganasan.
 Penyuluhan/pembelajaran
6
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah intratorakal/biopsy paru.

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2.      Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3.      Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4.      Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
5.      Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
6.      Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

TUJUAN-KRITERIA HASIL-INTERVENSI

1) Ketidakefektifan pola pernapasan b/d ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
-          Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
-          Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
-          Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi :
-          Berikan posisi yang nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
-          Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
-          Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
 
 
2). Inefektif bersihan jalan napas b/d peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Jalan napas lancar/normal
Kriteria hasil :
-          Menunjukkan batuk yang efektif.
-          Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
-          Klien nyaman.
Intervensi :
-          Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik
-          Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1)      Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2)      Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3)      Tahan napas selama 3 - 5 detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4)      Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
-          Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.Ó
R/ Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
-          Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
-          Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
-          Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :ÓDengan dokter,radiologi  dan fisioterapi.Pemberian expectoran Pemberian antibiotika. Fisioterapi dada. Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

3) Nyeri akut b/d trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
-          Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi
-          Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/ menurunkan nyeri.
-          Pasien tidak gelisah.
Intervensi :
1)      Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
2)      Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan   ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
3)      Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
4)      Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
5)      Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
6)      Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.Ó
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
7)      Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat

4) Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
-          tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
-          luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
-          Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.Ó
R/ mengetahui sejauh mana perkembangan luka mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
-          Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka.
            R/ mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah intervensi.
-          Pantau peningkatan suhu tubuh.
R/ suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya proses peradangan.
-          Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.Ó
R/ tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi

5)      Kerusakan integritas kulit b/d trauma mekanik terpasang bullow drainage.
-          Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan, misalnya debridement.Ó
R/ agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
-          Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan Ó
R/ balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi infeksi.
-          Kolaborasi pemberianÓ antibiotik sesuai indikasi.
R/ antibiotik berguna untuk mematikan mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi infeksi.
6)      Hambatan mobilitas fisik b/d ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
-          penampilan yang seimbang..
-          melakukan pergerakkan dan perpindahan.
-          mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi, dengan     karakteristik :
 0 =
ü mandiri penuh
 1 =
ü memerlukan alat Bantu.
 2 =
ü memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan, pengawasan, dan pengajaran.
 3 = membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
ü
 4 = ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
ü
Intervensi :
Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan.
Ó
R/ mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.
Ó
R/ mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan.
-          Hambatan mobilitas fisik b/d ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
-          Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.Ó
R/ menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
-          Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.Ó
R/ mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
-          Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.Ó
R/ sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien.

6) Risiko terhadap infeksi b/d tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.
Tujuan : infeksi tidak terjadi / terkontrol.
Kriteria hasil :
-          tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
-          luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
-          Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi :
-          Pantau tanda-tanda vital.Ó
R/ mengidentifikasi tanda-tanda peradangan terutama bila suhu tubuh meningkat
-           Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.Ó
R/ mengendalikan penyebaran mikroorganisme patogen.
-          Lakukan perawatan terhadap prosedur inpasif seperti infus, kateter, drainase luka, dll.Ó
R/ untuk mengurangi risiko infeksi nosokomial.
-          Jika ditemukan tanda infeksi kolaborasi untuk pemeriksaan darah, seperti Hb danÓ leukosit.
R/ penurunan Hb dan peningkatan jumlah leukosit dari normal bisa terjadi akibat terjadinya proses infeksi.
-          Kolaborasi untuk pemberian antibiotik.Ó
R/ antibiotik mencegah perkembangan mikroorganisme patogen

C.    EVALUASI
Evaluasi addalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Brooker, Christine. 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan trauma thorax/dada adalah :
1)      Pola pernapasan efektive.
2)      Jalan napas lancar/normal
3)      Nyeri berkurang/hilang.
4)      Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
5)      pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal
6)      infeksi tidak terjadi / terkontrol

Tidak ada komentar:

Posting Komentar