Nama : Intan Nur K (Tapi ada beberapa yang memanggil saya "Indi" => Intan Diamond. sebenarnya nama itu di berikan untuk membedakan say dengan teman satu kelas yang juga bernama intan -.- )
TTL : Ngawi, 03 januari 1995 (capricorn girl)
Home : Tentunya di sebuah desa teduh di ngawi perbatasan. *lihat saja di google mapia, di daerah mantingan*
pendidikan : saat ini (2014) saya tengah menimba ilmu di sebuah akademi AKPER YAPPI SRAGEN..... Just Do Care
.....SEMOGA MATERI YANG TELAH SAYA POSTING BISA BERMANFAAT ....
Kamis, 31 Oktober 2013
Kamis, 24 Oktober 2013
KUMPULAN ASKEP (Asuhan Keperawatan)
Lokasi:
Sragen, Central Java, Indonesia
Rabu, 23 Oktober 2013
MAKALAH DENGAN PENYAKIT SHOCK KARDIOGENIK
MAKALAH
DENGAN
PENYAKIT SHOCK
KARDIOGENIK
Disusun
oleh:
1. Anggita
Fitri Z. (11002)
2. Dwi
C (11010)
3. Intan P. (11018)
4. Lilik W (11020)
5. M.Nur R.Aji (11025)
6. Nerilita T.K (11027)
7. Setyaningrum (11039)
8. Sri purwanti (11042)
9. Sulastri W (11044)
AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI
SRAGEN
2011/2012
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat selesai tepat waktu. makalah ini dibuat
untuk memenuhi tugas Keperawatan Medikal Bedah 1(KMB1). Makalah ini berisi
tentang pengertian,etiologi, klasifikasi, stadium, pathway, patofisiologi,
pemeriksaan diagnostik, penatalaksanan, dan asuhan keperawatan, pada klien
hernia. Makalah ini diharapkan bisa menjadi tambahan referensi untuk mahasiswa
keperawatan. Kami sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
khususnya dari dosen penanggung jawab mata kuliah agar dalam pembuatan makalah
berikutnya bisa lebih sempurna. Akhir kata kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi banyak orang. Terima kasih wassalamualaikum wr.wb.
Sragen,21
maret 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman judul...............................................................................................1
Kata pengantar..............................................................................................2
Daftar
isi........................................................................................................3
Bab 1 Pendahuluan........................................................................................4
A. Latar
balakang.................................................................................4
B. Rumusan
masalah............................................................................5
C. Tujuan..............................................................................................5
Bab 2 Pembahasan
A. Pengertian........................................................................................5
B. Anatomi...........................................................................................6
C. Klasifikasi
.......................................................................................6
D. Etiologi............................................................................................6
E. Tanda
dan gejala..............................................................................7
F. Pathway...........................................................................................9
G. Patofisiologi...................................................................................10
H. Pemeriksaan
penunjang..................................................................10
I. Penatalaksanaan
medis...................................................................11
J. Komplikasi......................................................................................13
K. Managemen
keperawatan...............................................................13
Bab
3 Penutup
A. Kesimpulan.....................................................................................22
B. Saran
..............................................................................................23
Daftar
pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Syok
kardiogenik didefinisikan sebagai adanya tanda-tanda hipoperfusi jaringan yang
diakibatkan oleh gagal jantung rendah preload dikoreksi. Tidak ada definisi
yang jelas dari parameter hemodinamik, akan tetapi syok kardiogenik biasanya
ditandai dengan penurunan tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya
tekanan arteri rata-rata lebih dari 30 mmHg) dan atau penurunan pengeluaran
urin (kurang dari 0,5 ml/kg/jam) dengan laju nadi lebih dari 60 kali per menit
dengan atau tanpa adanya kongesti organ. Tidak ada batas yang jelas antara
sindrom curah jantung rendah dengan syok kerdiogenik.
Mirip dengan shock lain
menyatakan, cardiogenic shock dianggap sebagai diagnosa klinis dicirikan oleh
penurunan output urine, diubah pemikiran, dan hypotension.. Karakteristik
klinis lainnya termasuk pembuluh darah di leher distension dengan urat darah
halus, jantung cepat, dan busung berkenaan dengan paru-paru. Terbaru calon
studi cardiogenic shock mendefinisikan cardiogenic shock dipertahankan sebagai
hypotension (tekanan darah systolic [BP] kurang dari 90 mm Hg selama lebih dari
30 menit) dengan bukti yang memadai dengan jaringan hypoperfusion ventrikular
kiri (LV) mengisi pressure.1 tisu hypoperfusion didefinisikan sebagai
pinggir-pinggir dingin (sejuk kaki dari inti), oliguria (<30 mL / h), atau
keduanya. Kardiogenik syok merupakan syok yang disebabkan kegagalan jantung,
metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami
gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular
(Raharjo,S., 1997). Perkiraan terbaru kejadian syok kardiogenik antara 5%-10%
dari pasien dengan infark miokard. Perkiraan yang tepat sulit karena pasien
yang meninggal sebelum mendapat perawatan di rumah sakit tidak mendapat
diagnosa. Dalam membandingkan monitoring awal dan agresif dapat meningkatkan dengan
jelas insiden syok kardiogenik. Studi dari Worcester Heart Attack, sebuah
komunitas analisis terkenal, menemukan kejadian kardiogenik syok 7,5%. Insiden
ini stabil dari tahun 1978-1988. Manfaat umum penggunaan streptokinase dan
jaringan aktivator plasminogen untuk menghambat kerusakan arteri (GUSTO-1)
sedang diteliti. Insiden kardiogenik syok 7,2% yakni sebuah rata-rata yang
ditemukan pada percobaan trombolitik multisenter yang lain . Kebanyakan
penyebab dari kardiogenik syok adalah infark miokard akut, walaupun infark yang
kecil pada pasien dengan sebelumnya mempunyai fungsi ventrikel kiri yang
membahayakan bisa mempercepat shock. Syok dengan onset yang lambat dapat
menjadi infark, reocclusi dari sebelumnya dari infark arteri atau dekompensasio
fungsi miokardial dalam zona noninfark yang disebabkan oleh metabolik abnormal.
Itu penting untuk mengenal area yang luas yang tidak berfungsi tetapi
miokardium viable dapat juga menjadi penyebab atau memberikan kontribusi untuk
terjadinya perkembangan kardiogenik syok pada pasien setelah mengalami infark
miokard (Hollenberg,S.,2003).
B.
Rumusan
masalah
Apa
dan bagaimana pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisiologi, pemeriksaan medis, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan
pada klien dengan penyakit hernia.
C.
Tujuan
Mahasiswa
mampu untuk memahami pengertian, etiologi, klasifikasi, tanda dan gejala,
patofisilogi, pemeriksaan medis, penatalaksanaan medis, dan asuhan keperawatan
pada klien dengan hernia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Defenisi Syok merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang
berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan
oleh perfusi jaringan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang
menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk,
2003). Kardiogenik syok adalah keadaan menurunnya cardiac output dan terjadinya
hipoksia jaringan sebagai akibat dari tidak adekuatnya volume intravaskular.
Kriteria hemodiamik hipotensi terus menerus (tekanan darah sistolik < 90
mmHg lebih dari 90 menit) dan bekurangnya cardiac index (<2,2/menit per m2)
dan meningginya tekanan kapiler paru (>15 mmHg). Sebagian besar disebabkan
oleh infark miokardial akut (Hollenberg, 2004).
B.Anatomi
C.Klasifikasi
Syok dapat dapat
dibagi dalam tiga tahap yang semakin lama semakin berat:
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
D. Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium.
1. Tahap I, syok berkompensasi (non-progresif), ditandai dengan respons kompensatorik, dapat menstabilkan sirkulasi, mencegah kemunduran lebih lanjut.
2. Tahap II, tahap progresif, di tandai dengan manifestasi sistemis dari hipoperfusi dan kemunduran fungsi organ.
3. Tahap III, refrakter (irreversible), ditandai dengan kerusakan sel yang hebat tidak dapat lagi dihindari, yang pada akhirnya menuju kematian.
D. Etiologi
1. Gangguan fungsi miokard :
Infark miokard akut yang cukup jelas (>40%), infark ventrikel kanan.
Penyakit jantung arteriosklerotik.
Miokardiopati : Kardiomiopati restriktif kongestif atau kardiomiopati hipertropik.
2. Mekanis :
Regurgitasi mitral/aorta
Ruptur septum interventrikel
Aneurisma ventrikel masif
3. Obstruksi :
Pada aliran keluar (outflow) : stenosis atrium
Pada aliran masuk (inflow) : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus, perikarditis/efusi perikardium.
E. Manifestasi klinis/tanda dan gejala
1.Nyeri
dada yang berkelanjutan (continuing chest pain), dyspnea
(sesak/sulit bernafas), tampak pucat (appear pale), dan apprehensive (= anxious, discerning,
gelisah, takut, cemas)
2.Hipoperfusi
jaringan.
3.Keadaan
mental tertekan/depresi (depressed mental status).
4.Anggota
gerak teraba dingin (cool extremities).
5.Keluaran
(output) urin kurang dari 30 mL/jam (oliguria).
6.Tachycardia/takikardi
(detak jantung yang cepat, yakni > 100x/menit).
7.Nadi
teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi
berat (severe bradycardia) karena terdapat high-grade heart block.
8.Tachypnea,
Cheyne-Stokes respirations.
9.Hipotensi:
tekanan darah sistol kurang dari 80 mmHg.
10.Diaphoresis
(= diaforesis, diaphoretic, berkeringat, mandi keringat, hidrosis,
perspiration/perspirasi, sudation, sweating).
11.Poor capillary refill.
12.Distensi
vena jugularis (jugular vena distention, JVD).
13.Indeks
jantung kurang dari 2,2 L/menit/m2.
14.Tekanan
pulmonary artery wedge lebih dari 18 mmHg.
15.Suara
nafas dapat terdengar jelas (clear) pada mulanya, atau rales
(= rattles, rattlings) dari edem paru akut (acute pulmonary
edema).
16.S1
terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal
heart sounds), misalnya: S3 gallop, S4, atau murmur dari ruptured
papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau septal rupture.
17.Pulmonary edema
pada setting hipotensi merupakan highly suggestive untuk cardiogenic
shock. Edema permukaan (peripheral edema) dapat mensugesti gagal
jantung kanan (right-sided heart failure).
F. Pathway
|
|
|
|
Necrosis
miokard
Kerusakan otot jantung
Gangguan kontraktilitas
miokardium
Disfungsi
ventrikel kiri
Syok kardiogenik
|
I.
|
|
|
G.
Patofisiologi
LV = left ventricel
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas miokard.
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997)
Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
LV = left ventricel
SVR = systemic vascular resistance
Respon neurohormonal dan reflek adanya hipoksia akan menaikkan denyut nadi, tekanan darah, serta kontraktilitas miokard.
Dengan meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kontraktilitas miokard, akan meningkatkan kebutuhan oksigen miokard, yang pada kondisi kardiogenik syok perfusi miokard telah menurun, hal ini akan memperburuk keadaan. Akibatnya, fungsi penurunan curah jantung, tekanan darah menurun, dan apabila "Cardiac Index" kurang dari 1,8 ltr/menit/m2, maka keadaan kardiogenik syok semakin nyata (Shoemaker, 1989; Mustafa, I, 1994).
Hipoperfusi miokard, diperburuk oleh keadaan dekompensasi, akan menyebabkan semakin memperjelek keadaan, kerusakan miokard ditandai dengan kenaikan ensim kardial, serta peningkatan asam laktat.
Kondisi ini akan menyebabkan; konsumsi oksigen (O2) tergantung pada transport oksigen (Supply dependent), hutang oksigen semakin besar (oxygen debt), asidosis jaringan. Melihat kondisi tersebut, obyektif resusitasi bertujuan menghilangan VO2 yang "supplay-dependent", "oxygen debt" dan asidosis.
Di sisi lain dengan kegagalan fungsi ventrikel, akan meningkatkan tekanan kapiler pulmoral, selanjutnya diikuti dengan meningkatnya tekanan hidrostatis untuk tercetusnya edema paru, disertai dengan kenaikan "Pulmonary capilary wedge pressure" (PCWP), serta penurunan isi sekuncup yang akan menyebabkan hipotensi. Respon terhadap hipotensi adalah vasokontriksi sistimik yang akan meninggikan SVR ("Sistimik Vaskuler Resistan") dan meninggikan "After load" (Raharjo, S., 1997)
Gambar akhir hemodinamik, penurunan isi sekuncup, peninggian SVR, LVEDP dan LVEDV.
H. Pemeriksaan
Penunjang
1. EKG;
mengetahui hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis, iskemia dan kerusakan
pola.
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
2. ECG; mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium, ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung.
3. Rontgen dada; Menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal.
4. Scan Jantung; Tindakan penyuntikan fraksi dan memperkirakan gerakan jantung.
5. Kateterisasi jantung; Tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner.
6. Elektrolit; mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan fungsi ginjal, terapi diuretic.
7. Oksimetri nadi; Saturasi Oksigen mungkin rendah terutama jika CHF memperburuk PPOM.
8. AGD; Gagal ventrikel kiri ditandai alkalosis respiratorik ringan atau hipoksemia dengan peningkatan tekanan karbondioksida.
9. Enzim jantung; meningkat bila terjadi kerusakan jaringan-jaringan jantung,missal infark miokard (Kreatinin fosfokinase/CPK, isoenzim CPK dan Dehidrogenase Laktat/LDH, isoenzim LDH).
I. Penatalaksanaan
a) Tindakan umum.
Ada berbagai pendekatan pada penatalaksanaan syok kardiogenik. Setiap disritmia mayor harus dikoreksi karena mungkin dapat menyebabkan atau berperan pada terjadinya syok. Bila dari hasil pengukuran tekanan diduga atau terdeteksi terjadi hipovolemia atau volume intravaskuler rendah. Pasien harus diberi infus IV untuk menambah jumlah cairan dalam sistem sirkulasi. Bila terjadi hipoksia, berikan oksigen, kadang dengan tekanan positif bila aliran biasa tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan jaringan.
b) Farmakoterapi.
Terapi medis dipilih dan diarahkan sesuai dengan curah jantung dan tekanan darah arteri rerata. Salah satu kelompok obat yang biasa digunakan adalah katekolamin yang dapat meningkatkan tekanan darah dan curah jantung. Namun demikian mereka cenderung meningkatkan beban kerja jantung dengan meningkatkan kebutuhan oksigen.
Bahan vasoaktif seperti natrium nitroprusida dan nitrogliserin adalah obat yang efektif untuk menurunkan tekanan darah sehingga kerja jantung menurun. Bahan-bahan ini menyebabkan arteri dan vena mengalami dilatasi, sehingga menimbulkan lebih banyak pintasan volume intravaskuler keperifer dan menyebabkan penurunan preload dan afterload. Bahan vasoaktif ini biasanya diberikan bersama dopamin, suatu vasopresor yang membantu memelihara tekanan darah yang adekuat.
c) Pompa Balon Intra Aorta.
Terapi lain yang digunakan untuk menangani syok kardiogenik meliputi penggunaan alat bantu sirkulasi. Sistem bantuan mekanis yang paling sering digunakan adalah Pompa Balon Intra Aorta (IABP = Intra Aorta Baloon Pump). IABP menggunakan counterpulsation internal untuk menguatkan kerja pemompaan jantung dengan cara pengembangan dan pengempisan balon secara teratur yang diletakkan di aorta descendens. Alat ini dihubungkan dengan kotak pengontrol yang seirama dengan aktivitas elektrokardiogram. Pemantauan hemodinamika juga sangat penting untuk menentukan position sirkulasi pasien selama penggunaan IABP. Balon dikembangkan selam diastole ventrikel dan dikempiskan selama sistole dengan kecepatan yang sama dengan frekuensi jantung. IABP akan menguatkan diastole,yang mengakibatkan peningkatan perfusi arteria koronaria jantung. IABP dikempiskan selama sistole, yang akan mengurangi beban kerja ventrikel.
d) Penatalaksanaan yang lain :
1) Istirahat
2) Diit, diit jantung, makanan lunak, rendah garam.
3) Pemberian digitalis, membantu kontraksi jantung dan memperlambat frekuensi jantung. Hasil yang diharapkan peningkatan curah jantung, penurunan tekanan vena, dan volume darah dan peningkatan diuresis akan mengurangi edema. Pada saat pemberian ini pasien harus dipantau terhadap hilangnya dispnea, ortopnea, berkurangnya krekel, dan edema perifer. Apabila terjadi keracunan ditandai dengan anoreksia, mual dan muntah namun itu gejala awal selanjutnya akan terjadi perubahan irama, bradikardi kontrak ventrikel premature, bigemini (denyut normal dan premature saling bergantian), dan takikardia atria proksimal.
4) Pemberian diuretik, yaitu untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal. Bila sudah diresepkan harus diberikan pada siang hari agar tidak menganggu istirahat pada malam hari, intake dan output pasien harus dicatat mungkin pasien dapat mengalami kehilangan cairan setelah pemberian diuretik. Pasien juga harus menimbang badannya setiap hari turgor kulit untuk menghindari terjadinya tanda-tanda dehidrasi.
5) Morfin, diberikan untuk mengurangi sesak napas pada asma cardial, hati-hati depresi pernapasan.
6) Pemberian oksigen.
7) Terapi vasodilator dan natrium nitropurisida, obat-obatan vasoaktif merupakan pengobatan utama untuk mengurangi impedansi (tekanan) terhadap penyemburan darah oleh ventrikel.
J. Komplikasi
1.
Trombosis vena dalam, karena pembentukan bekuan vena karena stasis darah.
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
a) Gangguan ventrikular ejection
1) Infark miokard akut
2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik
b) Gangguan ventrikular filling
1) Temponade jantung
2) Stetnosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Infark ventrikel kanan
2. Syok kongestik
3. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis.
a) Gangguan ventrikular ejection
1) Infark miokard akut
2) Miokarditis akut
3) Komplikasi mekanik
b) Gangguan ventrikular filling
1) Temponade jantung
2) Stetnosis mitral
3) Miksoma pada atrium kiri
4) Infark ventrikel kanan
Pada keadaan lanjut akan diikuti hipoksemia primer ataupun
sekunder, terjadi karena ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, hipovolemia, dan
asidosis metabolic(Raharjo,S.,1997).
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan meningkatnya perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika (Raharjo, S., 1997)
K. Managemen Keperawatan
Hipovolemia, komplikasi yang sering terjadi pada kardiogenik syok, disebabkan meningkatnya perspirasi-redistribusi cairan dari intravaskular keinterstitiel, stres akut, ataupun penggunaan diuretika (Raharjo, S., 1997)
K. Managemen Keperawatan
A. Pengkajian
1. Data
Biopsikososial-spiritual
v
Oksigen
Gejala
:
·
Dispnea tanpa atau
dengan kerja
·
Paroxymal nocturnal
dyspnea
·
Pernapasan cheyne
stokes
·
Batuk dengan atau tanpa
produksi sputum
Tanda
:
§ Peningkatan
frekuensi pernafasan
§ Sesak/sulit
bernafas
§ Tampak
pucat, sianosis
§ Bunyi
nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
v Nutrisi
§ Gejala
: mual, muntah, anoreksia, nyeri ulu hati, nyeri abdominal, sangat kehausan.
§ Tanda
: penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, perubahan berat badan
v Eliminasi
ü Gejala
: Oliguri
ü Tanda
: Produksi urin < 20 mL/jam
v Gerak
dan aktifitas
Gejala
:
-
Kelemahan
-
Kelelahan
-
Pola hidup menetap
Tanda
:
o Takikardi
o Dispnea
pada istirahat atau aktifitas
v Istirahat dan Tidur
§ Gejala
: insomnia/susah tidur
§ Tanda
: kesulitan saat akan tidur dan sering terbangun saat tidur akibat nyeri dan
sesak napas.
v Pengaturan
suhu tubuh
Gejala: suhu tubuh rendah, anggota gerak
teraba dingin (ektremitas dingin).
Tanda : menggigil.
v Kebersihan
Diri
Gejala
dan tanda : Kesulitan melakukan tugas perawatan diri.
v Rasa
Nyaman
Gejala
:
·
Gelisah
·
Meringis
·
Nyeri hebat,
berlangsung lebih dari ½ jam, tidak menghilang dengan obat-obatan nitrat.
Lokasi : Biasanya di daerah subternal. Nyeri
menjalar ke leher, rahang, lengan, dan punggung.
Kualitas : Rasa seperti ditekan, diperas, seperti
diikat, rasa seperti dicekik.
v Sosialisasi
Gejala
:
- Stress
- Kesulitan
koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS dan ancaman
kematian.
Tanda
:
¨
Kesulitan istirahat
dengan tenang
¨
Respon terlalu emosi (
marah terus-menerus, ketakutan )
¨
Menarik diri
¨
Gelisah
¨
Cemas
v Sirkulasi
Gejala
: riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah.
Tanda :
·
Tekanan darah
Penurunan
tekanan darah (sistolik kurang dari 90 mmHg, atau berkurangnya tekanan arteri
rata-rata lebih dari 30 mmHg).
·
Nadi
Nadi
teraba lemah dan cepat, berkisar antara 90–110 kali/menit, atau bradikardi
berat.
·
Bunyi jantung
S1
terdengar lembut (soft). Dapat juga terdengar suara jantung abnormal (abnormal heart sounds), misalnya: S3 gallop,
S4, atau murmur dari ruptured papillary muscle, regurgitasi mitral akut, atau
septal rupture.
·
Irama jantung dapat
teratur atau tidak teratur .
·
Edema
Distensi
vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum,krekles mungkin ada dengan
gagal jantung atau ventrikel
·
Warna
Pucat atau sianosis, kuku datar ,
pada membran mukosa atau bibir
2.
Pemeriksaan Fisik
a. Tampilan
umum (inspeksi) :
-
Pasien tampak pucat,
diaforesis (mandi keringat), gelisah akibat aktivitas simpatis berlebih.
-
Pasien tampak
sesak/sulit bernapas.
-
Kombinasi nyeri dada
substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai kuat adanya stemi.
-
Oliguri (urin < 20
mL/jam).
-
Tekanan vena sentral
> 10 mmH2O
b
Denyut nadi dan tekanan
darah (palpasi):
ü Sinus
takikardi (> 100 x/menit) terjadi pada sepertiga pasien.
ü Adanya
sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
ü Nadi
teraba lemah dan cepat
ü Tensi
turun < 80-90 mmHg.
c. Pemeriksaan
jantung (auskultasi):
-
Adanya bunyi jantung S4
dan S3 Gallop, Penurunan intensitas bunyi jantung pertama dan split
paradoksikal bunyi jantung kedua.
-
Dapat ditemukan murmur
mid sistolik atau late sistolik apikal bersifat sementara.
-
Bunyi jantung sangat
lemah, bunyi jantung III sering terdengar.
-
Indeks jantung kurang
dari 2,2 L/menit/m2.
2. Pemeriksaan
Diagnostik
1. Electrocardiography
(elektrokardiografi)
·
Elevasi segmen ST dapat
terobservasi. Right-sided leads dapat menunjukkan suatu pola infark ventrikel
kanan, yang mengindikasikan terapi yang berbeda dari terapi untuk
penyebab–penyebab lainnya dari syok kardiogenik.
·
Pada pasien karena
infark miokard akut dengan gagal ventrikel kiri (LV failure), gelombang Q (Q
waves) dan/atau >2-mm ST elevation pada multiple leads atau left bundle
branch block biasanya tampak. Lebih dari setengah (> 50%) dari semua infark
yang berhubungan dengan syok adalah anterior. Global ischemia karena severe
left main stenosis biasanya disertai dengan depresi ST berat (>3 mm) pada
multiple leads.
2. Radiografi
·
Radiografi dada (chest
roentgenogram) dapat terlihat normal pada mulanya atau menunjukkan tanda-tanda
gagal jantung kongestif akut (acute congestive heart failure), yaitu:
a. Cephalization
karena dilatasi pembuluh darah-pembuluh darah pulmoner.
b. Saat
tekanan diastolik akhir ventrikel kiri (left ventricular end-diastolic
pressures) meningkat, akumulasi cairan interstitial ditunjukkan secara
radiografis dengan adanya gambaran fluffy margins to vessels, peribronchial
cuffing, serta garis Curley A dan B. Dengan tekanan hidrostatik yang sangat
tinggi, cairan dilepaskan (exuded) ke alveoli, menyebabkan diffuse fluffy
alveolar infiltrates.
·
Gambaran foto/rontgen
dada (chest x-ray) lainnya yang mungkin tampak pada penderita syok kardiogenik:
a. Kardiomegali
ringan
b. Edema
paru (pulmonary edema)
c. Efusi
pleura
d. Pulmonary
vascular congestion
e. Ukuran
jantung biasanya normal jika hasil syok kardiogenik berasal dari infark miokard
yang pertama, namun membesar jika ada riwayat infark miokard sebelumnya.
3. Bedside
echocardiography
·
Ini berguna untuk
menunjukkan:
a. Fungsi
ventrikel kiri yang buruk (poor left ventricular function).
b. Menilai
keutuhan katub (assessing valvular integrity).
c. Menyingkirkan
penyebab lain syok, seperti: cardiac tamponade.
4. Laboratorium
·
Penemuan laboratorium :
a. Hitung
leukosit secara khas meningkat disertai dengan left shift.
b. Tidak
adanya prior renal insufficiency, fungsi ginjal pada mulanya normal, namun
blood urea nitrogen (BUN) dan creatinine meningkat secara cepat (rise
progressively).
c. Hepatic
transaminases jelas meningkat karena hipoperfusi hati (liver hypoperfusion).
d. Perfusi
jaringan yang buruk (poor tissue perfusion) dapat menyebabkan anion gap
acidosis dan peningkatan (elevation) kadar asam laktat (lactic acid level).
e. Gas
darah arteri (arterial blood gases) biasanya menunjukkan hypoxemia dan
metabolic acidosis, dimana dapat dikompensasi oleh respiratory alkalosis.
f. Petanda
jantung (cardiac markers), creatine phosphokinase dan MB fractionnya, jelas
meningkat, begitu juga troponins I dan T.
B. Diagnosa
Keperawatan
1. Pola
nafas tidak efektif berhubungan dengan gangguan pertukaran gas ditandai dengan sesak
nafas, peningkatan frekuensi pernafasan, batuk-batuk.
2. Ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer berhubungan dengan gangguan aliran darah sekunder
akibat gangguan vaskuler ditandai dengan nyeri, cardiac out put menurun,
sianosis, edema (vena).
3. Gangguan
rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan trauma jaringan dan spasme reflek otot
sekunder akibat gangguan viseral jantung ditandai dengan nyeri dada, dispnea,
gelisah, meringis.
4. Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai oksigen dan kebutuhan
(penurunan/terbatasnya curah jantung) ditandai dengan kelelahan, kelemahan,
pucat, tidak bergairah.
C.Rencana
Keperawatan
No Dx
keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi Rasional
1 1. gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akibat sekunder dari kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress syndrome (ARDS).
Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi diberikan G3 pertukaran gas tidak terjadi.dengan kriteria hasil -klien melaporkan tak adannya penurunan dispnea
-klien menunjukkan tdk ada gejala distress pernafasan
-klien menunjukan perbaikan ventilasi dan o2 jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
1. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
2. berikan ventilasi mekanik
3. laksanakan pemberian terapioksigen
4. mobitoring kadar hemoglobin 1. akumulasi secret dan berkurangnnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
2. aspek penting apabila klien sudah mengalami ARDSadalah ventilasi mekanik. Tujuan modalitas terapi ini adalah u/ memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane alveolokapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah :
-memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
-mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distrespernafasan
3. Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek samping toksik . klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleren dengan O2 100% selama 24-72 jam tanpa menimbulkan abnormalitas fisiologi klinis penting. Jumlah O2 yang diberikan untuk ARDS harus paling rendah Fio2 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat ( misalnya kandungan oksihemoglobin >90%). Intubasi hampir selalu di indikasi untuk mempertahankan Fio2 tetap tinggi.
4. Kebanyakan volume O2 ditransfor kejaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bilaa anemia terjadi kandungan O2 dalam darah menurun. Sebagai akibat efek ventilasi mekanik dan suplemen akan minimal. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan O2 , yang akan menentukan kebutuhan untuk transfuse sel darah merah.
2 Penurunan curah jantung yang b.d penurunan kontraktilitas ventrikel akibat sekunder dari kerusakan sel – sel miokardium.
Setelah dilakukan tindakan 1x24jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima distrimia terkontrol atau hilang dan bebas gejala gagal jantung
1. Lakukan pemantauan hemodinamika secar ketat
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau adannya output urin, catat volume dan kepekaan / konsentrasi urine
5. Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi
6. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal 3 sampai 5 L/mnt 1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi secara tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium, output urin biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
5. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai akibat sekunder dari penurunan curah jantung.
6. Stress dan emosi menghasilkan vasokontriksi, yang terkait dan meningkatkan tekanan darah, frekuensi dan kerja jantung.
7. Meningkatkkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk melawan efek hipoksia / iskemia.
3 aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berhubungan dengan penurunan aliran darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari system hematologik akibat sekunder dari syok yang berkelanjutan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam klien tidak mengalami DIC dengan kriteria hasil : TD dlm batas normal (120/80 mmHg, nadi 80 x/mnt), tdk terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur , CRT kurang dari 3 detik.
1. lakukan pemantauan hemodinamika secara ketat
2. berikan cairan IV, batasi jumlah total sesuai dengan indikasi , hindari cairan dan garam.
3. pantau rangkaian EKG dan perubahan foto rontgen thoraks
1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi scr tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat menoleransi peningkatan beban awal ( pleroat) klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
3. depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen.foto thoraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
1 1. gangguan pertukaran gas b.d hipoksemia secara reservibel / menetap , revaktori dan kebocoran intertestinal pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru akibat sekunder dari kongesti paru - paru dan edema intra alveolar serta terjadinya adult respiratori distress syndrome (ARDS).
Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi diberikan G3 pertukaran gas tidak terjadi.dengan kriteria hasil -klien melaporkan tak adannya penurunan dispnea
-klien menunjukkan tdk ada gejala distress pernafasan
-klien menunjukan perbaikan ventilasi dan o2 jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal.
1. Evaluasi perubahan tingkat kesadaran , catat sianosis dan perubahan warna kulit, termasuk membrane mukosa dan kuku.
2. berikan ventilasi mekanik
3. laksanakan pemberian terapioksigen
4. mobitoring kadar hemoglobin 1. akumulasi secret dan berkurangnnya jaringan paru yang sehat dapat mengganggu oksigenasi organ vital dan jaringan tubuh.
2. aspek penting apabila klien sudah mengalami ARDSadalah ventilasi mekanik. Tujuan modalitas terapi ini adalah u/ memberikan dukungan ventilasi sampai integritas membrane alveolokapiler kembali baik. Dua tujuan tambahan adalah :
-memelihara ventilasi adekuat dan oksigenasi selama periode kritis hipoksemia
-mengembalikan factor etiologi yang mengawali penyebab distrespernafasan
3. Oksigen adalah obat dengan sifat terapeutik penting dan secara potensial mempunyai efek samping toksik . klien tanpa dasar penyakit paru tampak toleren dengan O2 100% selama 24-72 jam tanpa menimbulkan abnormalitas fisiologi klinis penting. Jumlah O2 yang diberikan untuk ARDS harus paling rendah Fio2 yang menghasilkan kandungan oksigen adekuat ( misalnya kandungan oksihemoglobin >90%). Intubasi hampir selalu di indikasi untuk mempertahankan Fio2 tetap tinggi.
4. Kebanyakan volume O2 ditransfor kejaringan dalam ikatan dengan hemoglobin. Bilaa anemia terjadi kandungan O2 dalam darah menurun. Sebagai akibat efek ventilasi mekanik dan suplemen akan minimal. Pengukuran seri hemoglobin perlu untuk kalkulasi kandungan O2 , yang akan menentukan kebutuhan untuk transfuse sel darah merah.
2 Penurunan curah jantung yang b.d penurunan kontraktilitas ventrikel akibat sekunder dari kerusakan sel – sel miokardium.
Setelah dilakukan tindakan 1x24jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima distrimia terkontrol atau hilang dan bebas gejala gagal jantung
1. Lakukan pemantauan hemodinamika secar ketat
2. Catat bunyi jantung
3. Palpasi nadi perifer
4. Pantau adannya output urin, catat volume dan kepekaan / konsentrasi urine
5. Kaji perubahan pada sensorik, contoh letargi, cemas, dan depresi
6. Berikan istirahat psikologi dengan lingkungan dengan tenang
7. Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal 3 sampai 5 L/mnt 1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi secara tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis mitral.
3. Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan post tibial, nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan gangguan pulsasi (denyut kuat disertai dengan denyut lemah ) mungkin ada.
4. Ginjal berespon untuk menurunkan curah jantung dengan menahan cairan dan natrium, output urin biasanya menurun selama tiga hari karena perpindahan cairan ke jaringan tetapi dapat meningkat pada malam hari sehingga cairan berpindah kembali ke sirkulasi bila klien tidur.
5. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sebagai akibat sekunder dari penurunan curah jantung.
6. Stress dan emosi menghasilkan vasokontriksi, yang terkait dan meningkatkan tekanan darah, frekuensi dan kerja jantung.
7. Meningkatkkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokardium untuk melawan efek hipoksia / iskemia.
3 aktual/resiko tinggi terjadinya koagulasi intravaskuler difus (DIC) yang berhubungan dengan penurunan aliran darah , penggumpalan komponen - komponen seluler intravaskuler dari system hematologik akibat sekunder dari syok yang berkelanjutan.
Setelah dilakukan tindakan 1x24 jam klien tidak mengalami DIC dengan kriteria hasil : TD dlm batas normal (120/80 mmHg, nadi 80 x/mnt), tdk terjadi aritmia denyut jantung dan irama jantung teratur , CRT kurang dari 3 detik.
1. lakukan pemantauan hemodinamika secara ketat
2. berikan cairan IV, batasi jumlah total sesuai dengan indikasi , hindari cairan dan garam.
3. pantau rangkaian EKG dan perubahan foto rontgen thoraks
1. peran utama perawat adalah memantau status hemodinamika dan jantung serta pemantauan EKG harus dipertahan kan dan berfugsi scr tepat. Perawat menyiapkan obat2an , cairan IV dan peralatan yang mungkin digunakan dan harus siap untuk membantu dalam menerapkan tindakan ini. Perubahan dalam status hemodinamika , jantung dan status pulmonal dicatat dan dilaporkan dengan segera. Selain itu adannya bunyi nafas tambahan , perubahan irama jantung , dan temuan fisik lainnya harus dilaporkan dengan segera.
2. karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri klien tidak dapat menoleransi peningkatan beban awal ( pleroat) klien juga mengeluarkan sedikit natrium yang menyebabkan retensi cairan dan meningkatkan kerja miokardium.
3. depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen.foto thoraks dapat menunjukkan pembesaran jantung dan perubahan kongesti pulmonal.
D.PELAKSANAN
/ IMPLEMENTASI
Dengan cara memberikan
obat-obatan intravena yang meningkatkan kontraktilitas dan usaha untuk menurunkan
beban awal dan akhir, serta pemasangan pompa balon intra aorta.
Obat-obatan inotropik positif, seperti dobutamin dan amrinol, di
pakai untuk meningkatkan kontraktilitas
Dengan alat bantu ventrikular assistdevices (VADs)
Dengan alat bantu ventrikular assistdevices (VADs)
Pilihan terakhir dengan jantng buatan
E.EVALUASI
1. Klien harus selalu dipantau
dengan cara mengukur nadi, tekanan darah, periksa juga bunyi jantung, bunyi
nafas, irama jantung,frekuensi jantung dan pemeriksaan fisik lainnya
2. Pastikan jalan nafas tetap
adekwat, bila tidaksadar sebaiknya di lakukan inkubasi.
3. Rasa nyeri akibat infark
akut yang dapatmemperberat syok yang ada harus diatasidengan pemberian morfin
4. Berikan oksigen 8- 15 L /
menit denganmenggunakan masker.
BAB
3
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Syok kardiogenik
adalah dyok yang disebabkan karena fungsi jantung yang tidak adekua, seperti
pada infark miokard atau obstruksi mekanik jantung; manifestasinya meliputi
hipovolemia, hipotensi, kulit dingin, nadi yang lemah, kekacauan mental, dan
kegelisahan. Etiologi syok kardiogenik antara lain : Penyakit jantung iskemik,
obat-obatan yang mendepresi jantung,gangguan irama jantung.
B.
SARAN
Dalam
pembuatan makalah ini kami sadar bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Maka
dari itu saya mengharapkan dan saya menerima dengan tangan terbuka masukan
ataupun saran yang dapat mendukung dan membangun demi kesempurnaan pembuataan
makalah ini dari pembaca
Langganan:
Postingan (Atom)