Selasa, 08 Oktober 2013

CARA BERIBADAH/PENDAMPING ORANG SAKIT

CARA BERIBADAH/ PENDAMPING ORANG SAKIT
MAKALAH
Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama




Disusun oleh :
1.      Putri Minarti                       ( 13041 )
2.      Reni Anggraini                   ( 13042 )
3.      Rika Dwi Noviasari            ( 13043 )
4.      Romadhon Rosita Dewi     ( 13044 )



                                  KEMENTRIAN KESEHATAN RI
AKADEMI KEPERAWATAN YAPPI SRAGEN
TAHUN 2013
CARA BERIBADAH/ PENDAMPING ORANG SAKIT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    LATAR BELAKANG
Bimbinglah orang yang hendak mati mengucapkan (kalimat/perkataan): “Tiada Tuhan Selain Allah” (HR.Muslim).
Tak dapat dipungkiri kematian itu tak dapat dihindari dari kehidupan sehari-hari kita. Kematian tidak pandang bulu, anak-anak, remaja maupun orang dewasa sekalipun dapat mengalami hal ini.  Kita tak tahu kapan kematian akan menjemput kita. Kematian seakan menjadi ketakutan yang sangat besar di hati kita.
Proses terjadinya kematian diawali dengan munculnya tanda-tanda yaitu sakaratul maut atau dalam istilah disebut dying. Oleh karena itu perlunya pendampingan pada seseorang yang menghadapi sakaratul maut (Dying).
Sangat penting diketahui oleh kita, sebagai tenaga kesehatan tentang bagaimana cara menangani pasien yang menghadapi sakaratul maut. Inti dari penanganan pasien yang menghadapi sakaratul maut adalah dengan memberikan perawatan yang tepat, seperti memberikan perhatian yang lebih kepada pasien sehingga pasien merasa lebih sabar dan ikhlas dalam menghadapi kondisi sakaratul maut.

1.2    RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakakan suatu rumusan masalah adalah sebagai berikut : “ Cara Menangani Pasien Yang Sakaratul Maut / Hampir Meninggal  menurut islam dan kesehatan



1.3   TUJUAN

1.3.1 Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi  dan sumbangan  pikiran yang bermanfaat bagi tenaga kesehatan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
1.3.2 Sebagian bahan referensi bagi penulis dan juga bagi penelitian selanjutnya.
1.3.3 Untuk mengetahui cara menangani pasien yang sakratul maut menurut islam dan kesehatan




BAB II
PEMBAHASAN
2.1   PENGERTIAN
2.1.1 Sakaratul Maut (Dying)
Sakaratul maut (dying) merupakan kondisi pasien yang sedang menghadapi kematian, yang memiliki berbagai hal dan harapan tertentu untuk meninggal.
2.1.2   Kematian (Death)
Kematian (death) merupakan kondisi terhentinya pernapasan, nadi, dan tekanan darah serta hilangnya respons terhadap stimulus eksternal, ditandai dengan terhentinya aktivitas otak atau terhentinya fungsi jantung dan paru secara menetap. Selain itu, dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ juga mendefinisikan Death sebagai :
(a)    Hilangnya fase sirkulasi dan respirasi yang irreversibel
(b)   Hilangnya fase keseluruhan otak, termasuk batang otak
Dying dan death merupakan dua istilah yang sulit untuk dipisahkan, serta merupakan suatu fenomena tersendiri. Dying lebih ke arah suatu proses, sedangkan death merupakan akhir dari hidup.      (Eny Retna Ambarwati, 2010)
2.1.3   Cabang Ilmu Yang Berkaitan Dengan Dying
1.   Geriatri : Ilmu yg mempelajari penyakit pada lanjut usia (degeneratif).
2. Gerontologi : Disiplin ilmu diluar/cabang geriatri yang mempelajari aspek fisik, mental, dan psikososial yang ada pada lanjut usia. Untuk menunjang pelayanan geriatri bagi penderita lanjut usia. (dr. H. Ahmadi NH, Sp KJ,2009)
2.1.4  Penyakit Terminal
Penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker stadium akhir,dll.







2.2   CIRI-CIRI POKOK PASIEN YANG AKAN MENINGGAL
Pasien yang menghadapi sakaratul maut akan memperlihatkan tingkah laku yang khas, antara lain :
2.2.1     Penginderaan dan gerakan menghilang secara berangsur-angsur yang dimulai pada anggota gerak paling ujung khususnya pada ujung kaki, tangan, ujung hidung yang terasa dingin dan lembab
2.2.2      Kulit nampak kebiru-biruan kelabu atau pucat
2.2.3    Nadi mulai tak teratur, lemah dan pucat
2.2.4     Terdengar suara mendengkur disertai gejala nafas cyene stokes
2.2.5    Menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima
2.3   PENDAMPINGAN PASIEN SAKARATUL MAUT
        2.3.1 Pendampingan Pasien Sakaratul Maut Menurut Kesehatan
Perawatan kepada pasien yang akan meninggal oleh petugas kesehatan dilakukan dengan cara memberi pelayanan khusus jasmaniah dan rohaniah sebelum pasien meninggal. Tujuannya yaitu, :
a. Memberi rasa tenang dan puas jasmaniah dan rohaniah pada  pasien dan  keluarganya
b. Memberi ketenangan dan kesan yang baik pada pasien disekitarnya.
c. Untuk mengetahui tanda-tanda pasien yang akan meninggal secara medis bisa dilihat dari keadaan umum, vital sighn dan beberapa tahap-tahap kematian
Pendampingan dengan alat-alat medis
Memperpanjang hidup penderita semaksimal mungkin dan bila perlu dengan bantuan alat-alat kesehatan adalah tugas dari petugas kesehatan. Untuk memberikan pelayanan yang maksimal pada pasien yang hampir meninggal, maka petugas kesehatan memerlukan alat-alat pendukung seperti :
1.      Disediakan tempat tersendiri
2.       Alat – alat pemberian O2
3.      Alat resusitasi
4.     Alat pemeriksaan vital sighnP
5.    Pinset
6.    Kassa, air matang, kom/gelas untuk membasahi bibir
7.     Alat tulis
Adapun prosedur-prosedur yang harus dilaksanakan oleh petugas dalam mendampingi pasien yang hampir meninggal, yaitu :
a. Memberitahu pada keluarga tentang tindakan yang akan dilakukan
b. Mendekatkan alat
c. Memisahkan pasien dengan pasien yang lain
d. Mengijinkan keluarga untuk mendampingi, pasien tidak boleh ditinggalkan sendiri
e. Membersihkan pasien dari keringat
f. Membasahi bibir pasien dengan kassa lembab, bila tampak kering menggunakan pinset
h. Membantu melayani dalam upacara keagamaan
i. Mengobservasi tanda-tanda kehidupan (vital sign) terus menerus
j. Mencuci tangan
k. Melakukan dokumentasi tindakan
     Pendampingan dengan bimbingan rohani
Bimbingan rohani pasien merupakan bagian integral dari bentuk pelayanan kesehatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan bio-Psyco-Socio-Spritual ( APA, 1992 ) yang komprehensif, karena pada dasarnya setiap diri manusia terdapat kebutuhan dasar spiritual ( Basic spiritual needs, Dadang Hawari, 1999 ). Pentingnya bimbingan spiritual dalam kesehatan telah menjadi ketetapan WHO yang menyatakan bahwa aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehataan seutuhnya (WHO, 1984). Oleh karena itu dibutuhkan dokter, terutama perawat untuk memenuhi kebutuhan spritual pasien.
          Perawat memiliki peran untuk memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual pasien. Akan tetapi, kebutuhan spiritual seringkali dianggap tidak penting oleh perawat. Padahal aspek spiritual sangat penting terutama untuk pasien yang didiagnosa harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut dan seharusnya perawat bisa menjadi seperti apa yang dikemukakan oleh Henderson, “The unique function of the nurse is to assist the individual, sick or well in the performance of those activities contributing to health or its recovery (or to a peaceful death) that he would perform unaided if he had the necessary strength will or knowledge”,maksudnya perawat akan membimbing pasien saat sakaratul maut hingga meninggal dengan damai.
          Biasanya pasien yang sangat membutuhkan bimbingan oleh perawat adalah pasien terminal karena pasien terminal, pasien yang didiagnosis dengan penyakit berat dan tidak dapat disembuhkan lagi dimana berakhir dengan kematian, seperti yang dikatakan Dadang Hawari (1977,53) “orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual,dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”. Sehingga, pasien terminal biasanya bereaksi menolak, depresi berat, perasaan marah akibat ketidakberdayaan dan keputusasaan. Oleh sebab itu, peran perawat sangat dibutuhkan untuk mendampingi pasien yang dapat meningkatkan semangat hidup pasien meskipun harapannya sangat tipis dan dapat mempersiapkan diri pasien untuk menghadapi kehidupan yang kekal.
2.3.2 Pendampingan Pasien Sakratul Maut Menurut Islam
Dalam konsep Islam, fase sakaratul maut sangat menentukan baik atau tidaknya seseorang terhadap kematiannya untuk menemui Allah dan bagi perawat pun akan dimintai pertanggungjawabannya nanti untuk tugasnya dalam merawat pasien di rumah sakit. Dan fase sakaratul maut adalah fase yang sangat berat dan menyakitkan seperti yang disebutkan Rasulullah tetapi akan sangat berbeda bagi orang yang mengerjakan amal sholeh yang bisa menghadapinya dengan tenang dan senang hati. Ini adalah petikan Al-Quran tentang sakaratul maut,” Datanglah sakaratul maut dengan sebenar-benarnya.”(QS.50:19).“ Alangkah dahsyatnya ketika orang-orang yang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut.” (QS. 6:93). Dalam Al-hadits tentang sakaratul maut. Al-Hasan berkata bahwa Rasulullah SAW pernah mengingatkan mengenai rasa sakit dan duka akibat kematian. Beliau bertutur, “Rasanya sebanding dengan tiga ratus kali tebasan pedang.” (HR.Ibn Abi ad-Dunya)
            Begitu sakitnya menghadapi sakaratul maut sehingga perawat harus membimbing pasien dengan cara-cara,seperti ini:
1.      Menalqin (menuntun) dengan syahadat. Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
2.      Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya : “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.
3.      Berbaik Sangka kepada Allah
Perawat membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT, seperti di dalam hadits Bukhari“ Tidak akan mati masing-masing kecuali dalam keadaan berbaik sangka kepada Allah SWT.” Hal ini menunjukkan apa yang kita pikirkan seringkali seperti apa yang terjadi pada kita karena Allah mengikuti perasangka umatNya.
4.      Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
   Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat.
(Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
5.      Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
       Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
a)      Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat.
b)      Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.
3.4    PELAYANAN HOMECARE
a)      Pengertian
Homecare adalah perawatan pasien di rumah yang melibatkan  anggota keluarga dalam proses perawatan dan penyembuhan pasien. Perawatan ini dibantu oleh tim kesehatan professional (dokter, perawat / fisiotherapist) yang biasa di datangkan ke rumah pasien sewaktu-waktu jika diperlukan. 
b)      Manfaat :
1.      Pasien lebih dekat dengan keluarga sehingga menciptakan rasa aman dan nyaman    antara pasien dan keluarganya
2.      Melibatkan keluarga dalam perawatan pasien sehingga pasien tidak merasa diabaikan
3.      Meningkatkan kualitas hidup pasien
4.      Menghemat biaya
5.      Keluarga tidak kehilangan waktu dan tenaga untuk pergi-pulang ke rumah sakit


c)      Pasien Homecare
1.      Penderita lanjut usia yang tidak dirawat di rumah sakit tetapi masih memerlukan pelayanan kesehatan
2.      Bayi / Anak-anak yang berkebutuhan khusus dan memerlukan pelayanan kesehatan khusus untuk tumbuh kembang mereka
3.      Pasien pasca rawat inap dari rumah sakit
4.      Pasien yang dinyatakan oleh ahli medis bahwa penyakitnya parah dan secara medis tidak dapat disembuhkan lagi
Melihat pasien homecare di no. 4 menunjukkan salah satu metode tersebut sesuai dengan pasien yang menghadapi sakaratul maut. Perawatan secara teratur seorang pasien di rumah oleh tim medis (home care) bisa mengantarkan pasien yang menghadapi sakaratul maut mencapai khusnul khatimah atau kematian terbaik di tengah kehangatan keluarganya.
Meninggal dunia di rumah dengan ditunggui sanak keluarga tersayangmerupakan dambaan bagi setiap orang. Kebanyakan pasien yang tinggal di rumah, semuanya ditunggui oleh keluarga di waktu meninggal. Mereka meninggal antara pukul 00.00-06.00, disusul 06.00-12.00 dan 18.00-24.00. Penyebab kematian diduga karena stadium akhir.  (dr. Probosuseno, Sp.PD, K-Ger, 2010)
    Adanya perawatan di rumah tersebut membuat pasien merasa dibesarkan hatinya dengan adanya dialog, saling berbagi rasa dengan sanak keluarga sehingga bias mengurangi rasa sakit ataupun kesedihan yang dirasa.
    Homecare merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perawatan dalam menghadapi kondisi tubuh yang semakin rapuh. Perawatan homecare merupakan salah satu bentuk perawatan paliatif yang merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan yang manusiawi dengan tujuan menghilangkan penederitaan dan meningkatkan kualitas hidup penderita dan keluarga



BAB III
                                                                        PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Orang yang sakit tetap dapat melaksanakan ibadah semampunya. Seperti berzikir, bershalawat, membaca doa-doa, maupun melaksanakan shalat sekalipun. Jika masih maupun dan sanggup, wajib dalam melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri sekalipun bersandar ke dinding atau ke tiang atau tongkat.
Orang yang sakit wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya menurut kemampuannya.
Jika termasuk orang yang kesulitan berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang musafir. Jika dia sulit untuk shalat pada waktunya boleh menjamak antara dzuhur dengan ashar dan antara magrib dan isya baik jamak taqdim maupun jamak takhir sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mau dia boleh memajukan shalat asharnya di gabung dengan dzuhur atau mengakhirkan dzuhurnya digabung dengan ashar di waktu shalat ashar. Jika mau boleh juga dia memajukan shalat isya untuk digabung engan shalat maghrib diwaktu maghrib atau sebaliknya. Adapun shalat subuh maka tidak boleh dijamak dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya karena waktunya terpisah dari waktu shalat sebelumnya dan shalat sesudahnya.





                                                        DAFTAR PUSTAKA

http://ponpesalfithrahgp.wordpress.com/2008/10/22/khodam-jin-dan-khodam-malaikat
http://www.indoislamicstore.com/buku-islami/1729-rahasia-ibadah-orang-sakit.html
Moh. Ali Aziz, dkk, 2012, Fiqih Medis, Surabaya : Imtiyaz
Basyir, Azhar, 1982, falsafah ibadah dalam islam, Jogjakarta : UII
M. Djaelani, Bisri,2009, Thibbun Nabi : Revolusi Medis Nabi Muhammad SAW , Jogjakarta : mirza media pustaka
Kisyik, Abdul Hamid. 1991. Mati Menebus Dosa. Jakarta: Gema Insani Press.
Potter dan Perry. 2002. Fundamental Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar